JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan penyidikan kasus dugaan suap terkait dengan perizinan proyek pembangunan RSU Kasih Bunda di Kota Cimahi tahun anggaran 2018-2020 atas nama tersangka sekaligus Komisaris RSU Kasih Bunda Hutama Yonathan.
Penyidik pun melimpahkan berkas perkara, barang bukti, dan tersangka Hutama Yonathan ke penuntutan tahap II.
"Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (P21), hari ini 25 Januari 2021 tim penyidik melaksanakan tahap 2 penyerahan tersangka dan barang bukti Tersangka HY (Hutama Yonathan) kepada tim JPU," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (25/1).
Seiring dengan itu, kata Ali, kewenangan penahanan yang bersangkutan dilanjutkan oleh JPU selama 20 hari ke depan hingga 13 Februari 2021 di Rutan Polda Metro Jaya.
Ia mengatakan, tim JPU memiliki waktu maksimal 14 hari kerja guna menyusun surat dakwaan dan melimpahkan berkas perkara Hutama ke Pengadilan Tipikor Bandung.
"Persidangan diagendakan di PN Tipikor Bandung," kata Ali.
Ali mengungkapkan, tim penyidik telah mememeriksa sedikitnya 27 saksi dalam proses penyidikan.
"Di antaranya tersangka AJM (Ajay Muhammad Priatna) selaku Wali Kota Cimahi dan beberapa aparatur sipil di Pemkot Cimahi," ucapnya.
Diketahui, KPK menetapkan dua tersangka dalam perkara ini masing-masing Wali Kota Cimahi nonaktif Ajay Muhammad Priatna dan Hutama Yonathan.
Ajay diduga menerima suap sebesar Rp1,66 miliar dari Hutama dalam lima kali tahapan. Jumlah tersebut diduga merupakan sebagaian dari kesepakatan suap senilai Rp3,2 miliar.
Suap diduga diberikan guna memuluskan perizinan proyek pembangunan gedung tambahan RSU Kasih Bunda dengan mengajukan revisi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Cimahi.
Suap sebesar Rp3,2 miliar itu diduga merupakan 10 persen dari rencana anggaran biaya (RAB) pembangunan gedung tambahan RSU Kasih Bunda.
atas perbuatannya, Ajay disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Hutama disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (riz/fin)