News . 18/01/2021, 13:00 WIB
MAMUJU - Dua hari pasca gempa, warga masih bertahan di lokasi pengungsian. Sebagian lagi memilih meninggalkan Mamuju dan Majene. Masyarakat terdampak gempa menghindari pantai. Mereka mencari tempat pengungsian di tempat-tempat tinggi. Pemerintah mengimbau agar warga tetap di pengungsian.
Jumlah warga di Mamuju yang mengungsi berdasarkan data Pusdalops BNPB sebanyak 15.014 orang. Mereka tersebar di beberapa lokasi dan kecamatan.
Semua kecamatan menjadi titik pengungsian. Di kecamatan Ulumanda hingga Malunda, Kabupaten Majene bahkan hingga Tapalang, Mamuju, warga sudah meninggalkan rumah yang berada di pesisir.
Arus kendaraan juga kian padat sejak akses Mamuju-Majene terbuka. Jumlah kendaraan yang meninggalkan Mamuju lebih padat. Titik-titik pengungsian di pinggir jalan nyaris selalu ditemui di sepanjang Kecamatan Pamboang hingga Ulumanda.
"Tenda yang dipakai itu bocor. Kalau hujan, kita berkumpul di tengahnya. Kami juga butuh makanan,” keluhnya seperti dikutip dari Harian Fajar (Fajar Indoensia Network Grup).
Bupati Majene, Lukman juga mengakui, warga Ulumanda hingga Malunda terus meninggalkan rumahnya. Dari pengamatannya, hampir semua titik, ada warga Ulumanda dan Malunda yang mengungsi. "Ada 80 persen warga Majene mengungsi. Bukan hanya di Ulumanda hingga Malunda, nyaris semuanya," ujarnya.
Sementara itu, distribusi logistik terus dilakukan dengan metode menyerahkan kepada kepala desa dan pemerintah setempat. "Kita serahkan kepada kepala desa, karena mereka yang tahu di mana masyarakatnya berada," kata bupati.
Kepala BPBD Majene Ilhamsyah DJ menyebut sebelumnya hanya 25 titik pengungsian. Kini terus bertambah, baik dari Kecamatan Banggae hingga ke Malunda. Jumlah warga mengungsi pun terus bertambah. Kapolda Sulbar Irjen Eko Budi Sampurno saat meninjau Posko Bencana di Majene, mengatakan, personelnya tetap melakukan pengawalan distribusi bantuan agar tidak terjadi kesalapahaman yang membuat warga merasa tidak terbantu. Hingga akhirnya, melakukan pengadangan.
Di Mamuju, pembersihan reruntuhan bangunan akibat gempa terus dilakukan. Termasuk reruntuhan kantor Gubernur Sulbar. Alat berat dan truk dikerahkan untuk mengangkut material.
Target pembersihannya selama tiga hari ke depan. "Mudah-mudah target kita tercapai dua atau tiga hari ini," kata Nanang Lubis dari Adi Karya yang menjadi Pelaksana Pembersihan Kantor Gubernur Sulbar.
Salah seorang warga, Rahmat mengaku mendapatkan pesan tersebut pagi hari. Dia langsung kaget, karena rapat antara Forkopimda dan BMKG serta BNPB memang ada dan dilakukan di halaman kantor Gubernur Sulbar.
"Setelah saya hubungi teman yang ada di lokasi, ternyata tidak demikian. Saya batal naik gunung untuk mengungsi," kata Rahmat, Minggu 17 Januari.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan, catatan sejarah gempa dahsyat pernah terjadi Sulbar. Yakni tahun 1969 menyebabkan tsunami setinggi empat meter. Kejadian serupa terjadi pada tahun 1984 dengan kekuatan 7,0 SR namun tidak menyebabkan tsunami.
Pelepasan energi yang seharusnya terjadi, secara teoritis harus setara dengan bencana di tahun 1969 atau 1984. Jika tidak, ada pelepasan energi yang masif seperti yang terjadi di Palu.
"Kami hanya ingin mengimbau warga agar jangan panik, namun tetap waspada. Jangan tinggal di dalam rumah yang retak. Cari tempat yag aman dari pesisir, namun jangan juga ketinggian. Tempat lapang dan jauh dari bangunan," ucapnya.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com