Sebagai salah satu buktinya, kata Kurnia, adanya pemulangan paksa Kompol Rossa, perombakan tim satuan tugas, dan pembiaran dugaan penyekapan di PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian). ICW berharap, hal-hal semacam itu tidak terjadi lagi pada kasus-kasus yang saat ini sedang ditangani oleh KPK.
Selain itu, mayoritas pimpinan KPK saat ini terlihat hanya menitikberatkan pemberantasan korupsi melalui mekanisme pencegahan. Termasuk adanya dengan rencana alih status kepegawaian KPK yang akan semakin menyulitkan langkah KPK ke depan.
"Bukan tidak mungkin di masa yang akan datang, KPK akan tunduk pada salah satu cabang kekuasaan dengan adanya alih status ini," katanya.
Menurut ICW, UU KPK hasil revisi tetap memperlambat upaya paksa berupa penyitaan, penggeledahan, dan penyadapan sebab terdapat mekanisme perizinan Dewan Pengawas. Kemudian, UU KPK tersebut juga membuka kemungkinan bagi KPK menghentikan perkara melalui penerbitan surat penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3).
"Intinya, seluruh aspek penindakan yang disinggung dalam UU KPK baru secara terang-benderang menyulitkan langkah pegawai KPK," kata dia. (gw/fin)