Miskin Pede Nyalon Kada

fin.co.id - 05/12/2020, 12:35 WIB

Miskin Pede Nyalon Kada

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

Sehingga pada 2020 juga terjadi kenaikan keikutsertaan calon kepala daerah dengan latar belakang birokrat.

"Pengusaha sekarang juga lebih sederhana, kalau saya ke daerah bertemu dengan asosiasi usaha mereka menyampaikan 'Dari pada jadi donatur, saya maju saja jadi pengusaha Pak karena kalau kabupaten kan biayanya cuma Rp20-30 miliar itu saya juga punya uang segitu', itu kenapa tren pengusaha berlanjut karena akumulasi dari Pilkada 2015," ungkapnya.

Pahala mengungkapkan KPK pernah menemukan kasus ketika pengusaha yang memenangkan pilkada maka usahanya diambil alih oleh keluarga atau orang-orang terdekat sang kepala daerah.

BACA JUGA:  Ancam Penggal Kepala Habib Rizieq, Anggota Polisi Ini Ditangkap dan Diperiksa Propam

"Jadi kalau 'bidding' pengadaan di kabupaten orang agak segan karena punya pak bupati misalnya. Selama regulasi benturan kepentingan tidak ada maka di lapangan pengusaha lain akan sungkan terhadap perusahaan milik si kepala daerah," tambahnya.

Selain itu, Pahala juga mengungkapkan temuannya, bahwa harta kekayaan petahana naik Rp2-4 miliar selama 5 tahun.

"Secara umum, cakada petahana rata-rata mencatatkan kenaikan nilai harta sebesar Rp2-4 miliar selama menjabat pada periode pertama," ungkapnya.

Sebanyak 62 persen cakada petahana mencatat kenaikan harta kekayaan lebih dari Rp1 miliar, bahkan 29 di antaranya mencatatkan kenaikan harta kekayaan lebih dari Rp10 miliar saat menjabat.

"Namun ada 39 cakada yang justru menurun harta kekayaan selama periode lima tahun," ungkapnya.

BACA JUGA:  Ini Daftar Artis Maupun Idol Group K-Pop Terpopuler 2020 Versi Spotify

Kenaikan harta cakada petahana sejalan dengan besarnya nilai APBD daerah-nya pada periode yang sama.

"Kita pikir masuk akal karena ada upah pungut dari APBD," katanya.

Meski demikian, jumlah petahana pada Pilkada 2020 meningkat signifikan.

"Pada Pilkada 2020, dari total 555 cakada yang berprofesi sebagai birokrat, terdapat 332 cakada petahana," katanya.

Terjadi peningkatan dibandingkan tiga penyelenggaraan pilkada sebelumnya yaitu pada 2015, 2017 da 2018.

BACA JUGA:  Bea Cukai Siap Bantu Wujudkan Pengembangan Pelabuhan Patimban

Jabatan pemilihan dengan persentase cakada petahana terbanyak adalah calon bupati yang diisi 206 orang petahana yang terdiri atas 127 orang Bupati dan 79 orang wakil bupati.

"Yang kita sebut petahana itu termasuk bupati atau wakil bupati yang maju untuk menjadi gubernur kita anggap petahana, kemudian sekretaris daerah maju kita anggap petahana karena dia orang pemerintahan," tuturnya.

Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri tingginya biaya politik yang harus disiapkan para cakada untuk maju pilkada.

"Pertama adalah gap antara biaya pilkada dan kemampuan calon, ini hasil penelitian. Hasil penelitian kita, ada gap antara biaya pilkada dan kemampuan harta calon. Bahkan, dari LHKPN, itu minus," katanya.

Berdasarkan penelitian KPK, cakada harus menyiapkan uang kira-kira Rp 5-10 miliar. Bahkan, jika ingin dipastikan menang, harus menyiapkan Rp 65 miliar.

BACA JUGA:  UNSMIL Kutuk Serangan yang Menewaskan Seorang Pelajar di Libya

"Jadi wawancara indepth interview ada yang ngomong Rp 5-10 miliar, tapi ada juga yang ngomong, 'Kalau mau ideal, Pak, menang jadi pilkada itu bupati, wali kota, setidaknya punya uang ngantongin Rp 65 miliar'. Mati, dah, padahal dia punya uang hanya Rp 18 miliar, artinya minus," sebutnya.

Admin
Penulis