Pengacara Benny Tjokro, Bob Hasan, mengatakan vonis terhadap kliennya diwarnai dengan keterlanjuran. Akibatnya, hukum dinomorduakan sekalipun bertentangan dengan hak asasi manusia demi membayar nasabah Jiwasraya.
"Vonis dari hakim pemutus adalah vonis yang telanjur, telanjur karena jaksa sudah menyita aset Benny Tjokro, telanjur karena tuntutan jaksa. Akibat ketelanjuran tersebut, demi membayar nasabah Jiwasraya akhirnya menomerduakan hukum sekalipun bertentangan dengan hak asasi manusia," ujar Bob saat dikonfirmasi, Selasa (27/10).
BACA JUGA: Tokoh NU Jatim: Film Merah Putih vs Radikalisme Menghina Syariat Islam, Hukumnya Murtad
Bob meyakini, Benny Tjokro telah melunasi seluruh kewajibannya. Kliennya itu telah melakukan repurchase agreement (repo) saham maupun Medium Term Notes (MTN) yang pernah perusahaannya terbitkan."Bagaimana seorang Benny Tjokro harus mempertanggungjawabkan transaksi repo ke Heru Hidayat pada tahun 2015 dan Heru menjual saham repo itu ke Jiwasraya dan ditebus balik oleh Benny Tjokro melalui nominee-nomineenya pada tahun 2016 merupakan cara-cara yang bertentangan dengan undang-undang? Itu bukan perbuatan Benny Tjokro, melainkan manajer investasi yang sudah mengelola saham PT Asuransi Jiwasraya sejak 2008," kata Bob.
Bob juga menilai tidak adil bila kerugian negara karena kesalahan pengelolaan underlying 21 reksa dana kepada 13 manajer investasi yang mencapai Rp12,157 triliun hanya ditanggungkan kepada Benny dan Heru. Ia menilai, putusan terhadap kliennya dan Heru bertentangan dengan asas-asas kepastian hukum.
"Putusan kerugian negara yang sebesar Rp12 triliun kemudian dibebankan kepada Benny Tjokro dibagi separuh dengan Heru Hidayat adalah cara dan vonis yang bertentangan dengan atas asas kepastian hukum," ungkap Bob.
BACA JUGA: Bersinar di Everton, Rooney Puji James Rodriguez
Sementara itu, Pengacara Heru Hidayat, Soesilo Aribowo menyatakan kliennya tak puas atas vonis hakim. Ia menilai pertimbangan hakim atas vonis Heru tidak mendetail."Kami kecewa dengan putusan itu karena saya lihat pertimbangan-pertimbanganya tidak detail dan matang," kata Soesilo.
Soesilo mengatakan, hakim sendiri telah mengungkapkan bahwa hampir 90 persen persoalan dalam perkara itu merupakan masalah pasar modal.
Soesilo menyatakan hakim sendiri mengungkapkan hampir 90 persen persoalan dalam perkara tersebut adalah masalah pasar modal.
"Ada 'insider trading', ada manipulasi pasar semuanya jelas. Kami tetap berpandangan sebenarnya itu wilayah pasar modal, tidak bisa UU 40 tahun 2014 tentang Pasar Modal itu dielaborasi dengan SEMA Nomor 7 karena sepanjang UU Pasar Modal tidak mengatur sebagai tindak pidana korupsi, ya tidak bisa dikorupsikan jadi tetap menggunakan UU Pasar Modal," katanya.
BACA JUGA: Galaxy S21 akan Dijual Tanpa Charger dan Earphone?
Selain itu, ia mengaku tidak puas terkait kerugian negara yang dinyatakan mencapai Rp16,807 triliun akibat perbuatan kliennya. Ia menilai, keputusan majelis hakim untuk mengambil alih laporan hasil pemeriksaan BPK yang menurutnya langsung dibagi dua antara Heru dan Benny, sulit diterima."Saya lihat majelis langsung mengambil alih laporan hasil pemeriksaan BPK yang konon langsung dibagi dua mestinya tidak bisa begitu, Rp12 triliun menjadi Rp6 triliun (dibebankan ke Heru) dan Rp6 triliun (dibebankan ke Benny Tjokro) ini hal yang sulit bagi kami menerima putusan itu," ucap Soesilo.
Persoalan lainnya, menurut Soesilo, adalah masih adanya saham-saham di Jiwasraya. "Saham-saham itu masih bisa dijual tapi sama sekali tidak menjadi pertimbangan, itu jadi milik siapa sekarang?" tandasnya.
Diketahui, majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memvonis Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat penjara seumur hidup. Keduanya dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tipikor dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas kasus pengelolaan uang dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya.
BACA JUGA: Sebelas Power Bank Berisi Narkotika Berhasil Diringkus Bea Cukai Dan Kepolisian Polres Tanjung Perak
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup," ujar Ketua Hakim Rosmina di PN Jakarta Pusat, Senin (26/10).Selain penjara seumur hidup, Benny juga diwajibkan membayar uang pengganti sebanyak Rp6,07 triliun. Sementara Heru juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp10,72 triliun. Apabila tidak dibayarkan dalam jangka waktu satu bulan usai hukuman bersifat inkrah, maka harta benda milik Benny dan Heru akan disita.
Benny dan Heru dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Selain itu, keduanya juga dinyatakan terbukti melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.