News . 22/10/2020, 10:33 WIB
JAKARTA - Sejumlah problem sektor pendidikan dinilai masih menyisakan pekerjaan rumah yang besar bagi kepemimpinan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam usia genap satu tahun pada tanggal 20 Oktober 2020 kemarin.
Parahnya lagi, hantaman badai pandemi covid-19 turut meluluhlantahkan kegiatan siswa di sekolah. Tak ayal, pemerintah pun mengubah sistem belajar mengajar dengan Pembelajaran Jarak Jauh atau daring.
Ketika program itu berjalan, masalah demi masalah mulai bermunculan, dari mulai minimnya infrastruktur pendukung hingga sulitnya akses internet di setiap daerah. Dan banyak lagi persoalan pendidikan yang kini masih menjadi polemik.
Lantas, bagaimana para pemangku kepentingan pada dunia pendidikan menyoroti kinerja Joko Widodo-Ma'ruf Amin dalam usia genap satu tahun ini. Khususnya, peran seorang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem sebagai penentu dari pengambil kebijakan.
Menurutnya, beberapa program hingga kebijakan yang dikeluarkan Mendikbud (Nadiem Makariem), mulai dari penghapusan Ujian Nasional (UN), Sekolah Penggerak, Guru Penggerak, Program Organisasi Penggerak (POP), maupun penyederhanaan kurikulum hanya merujuk program-program lama dan sekadar berganti nama.
Mendikbud Nadiem Makarim sendiri mengusung program Merdeka Belajar. Belakangan diketahui, nama itu sudah dipatenkan oleh swasta. Mereka, menurut Indra, menjalankan program yang sama dengan Organisasi Penggerak dan Komunitas Organisasi Pendidikan (KOP).
Indra menyebutkan, bahwa sebuah organisasi riset pendidikan asal Inggris, Centre for Education Economics, dalam Annual Research Digest 2017-2018, membuat kajian tentang sistem pendidikan Indonesia. Judul kajiannya: 15 years of education in Indonesia: rising enrolment and flat learning profiles.
Kajian itu menyebutkan, bahwa selama 15 tahun tidak ada perkembangan dalam mutu pendidikan Indonesia. Hal itu disebabkan karena sikap komplasen bangsa Indonesia terhadap dunia pendidikan.
Saat ini, kata Indra, Indonesia mendapatkan skor PISA 379 untuk numerasi dibandingkan rata-rata negara-negara yang masuk Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) di angka 489. Untuk sains, Indonesia mendapatkan skor 396 sedangkan rerata negara-negara OECD yakni 489.
"Kondisi saat ini SDM Indonesia jauh dari kata unggul karena berada jauh dibawah rata-rata negara lain," ucapnya.
"Untuk itu diperlukan evaluasi yang menyeluruh, objektif, dan transparan terhadap program-program pendidikan yang sedang berjalan maupun yang telah berhenti. Evaluasi ini bukan bertujuan mencari siapa yang salah, melainkan untuk mencari solusi masalah," tegasnya.
Indra menambahkan, bawha masalah terbesar dari sistem pendidikan Indonesia saat ini adalah tidak pernah adanya evaluasi dan tidak memiliki cetak biru.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebenarnya telah memiliki peta jalan (road map) pendidikan Indonesia. Namun, peta jalannya cukup membingungkan.
"Peta jalan yang telah dibuat oleh Kemendikbud tidak ada kejelasan dimana titik mulai program, seperti apa target yang akan dicapai, dan berapa biaya yang dibutuhkan agar tujuan tersebut tercapai," ujarnya.
"Pendidikan kita masih jalan di tempat, bahkan mengalami kemunduran akibat pandemi dan kebijakan pendidikan yang tidak jelas arahnya," kata Ubaid.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com