PJJ Kembali Makan Korban

fin.co.id - 20/10/2020, 10:33 WIB

PJJ Kembali Makan Korban

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Peristiwa bunuh diri serupa kembali terjadi menimpa salah seorang siswa siswi SMA di Gowa, Sulawesi Selatan pada Sabtu (17/10). Aksi nekat itu diduga akibat dari beban tugas daring yang menumpuk,sehingga membuat korban mengalami frustrasi.

Korban bunuh diri diketahui adalah seorang siswa SMA di Gowa berinisial MI. Mirisnya, kejadian tersebut direkam langsung olehnya melalui video berdurasi 32 detik.

Menanggapi peristiwa tersebut, Ketua Umum Jaringan Sekolah Digital Indonesia Muhammad Ramli Rahim meminta, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) segera mengevaluasi beban tugas bagi siswa selama pembelajaran jarak jauh (PJJ).

"Seharusnya, kejadian bunuh diri oleh siswa di kabupaten Gowa ini menjadi alarm yang sangat keras kepada pemerintah untuk memperingatkan, bahwa masalah penugasan-penugasan ini adalah sesuatu yang sangat serius memberikan dampak depresi kepada siswa," kata Ramli di Jakarta, Senin (19/10).

BACA JUGA:  Hadirkan Konektivitas di Seluruh Negeri Demi Wujudkan Kedaulatan Telekomunikasi

Ramli menegaskan, kasus seperti ini bukan yang pertama kali yang dapati pihaknya. Menurutnya banyak siswa yang mengalami stres akibat beban tugas yang masih memberatkan siswa di tengah PJJ. Belum lagi, kondisi itu diperparah jaringan internet yang tidak memadai.

"Korban bunuh diri akibat depresi dengan banyaknya tugas-tugas daring dari sekolahnya. Korban kerap bercerita pada teman-temannya perihal sulitnya akses internet di kampung, sulitnya akses internet di kediamannya menyebabkan tugas-tugas daringnya menumpuk," ujarnya.

Menurut Ramli, di tengah kondisi seperti ini, kepala sekolah dan guru konseling seharusnya berperan dalam mengukur beban yang dialami siswa ketika menerima banyak penugasan. Ia menyarankan, guru memetakan kemampuan siswa sebagai standar pemberian tugas.

BACA JUGA:  Di Depan Nagita, Raffi Ahmad Lantang Beber Alasan Putus dari Semua Mantannya

"Bantuan kuota tak bisa dijadikan satu-satunya solusi PJJ. Pemerintah hurusnya mempertimbangkan kemampuan jaringan internet dan ketersediaan gawai di daerah tersebut dan membantu kendala siswa yang kurang mampu.Dan semua itu seharusnya diatur dan dibuat standarnya oleh Kemdikbud," terangnya.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Retno Listyarti menilai, ada kemungkinan motif lain di balik dugaan bunuh diri siswi di di Gowa, Sulawesi Selatan tersebut.

Menurutnya, hal itu penting diungkap. Jika terbukti motif bunuh diri karena kendala PJJ, maka perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh dari PJJ di kabupaten Gowa oleh Dinas Pendidikan dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya.

Untuk sementara, menurut Kasat Reskrim Polres Gowa AKP Jufri korban tersebut melakukan bunuh diri dengan meminum racun akibat depresi dengan banyaknya tugas-tugas daring dari sekolahnya.

BACA JUGA:  Refly Harun: Jokowi Menanam Benih-benih Otoriter, Era SBY Jauh Lebih Baik

Jika benar bahwa motif bunuh diri siswi tersebut adalah karena frustrasi dengan PJJ, maka siswi itu merupakan korban PJJ kedua yang meninggal setelah kematian siswa lain yang dianiaya oleh orang tuanya saat belajar jarak jauh.

"Selain perlunya mengungkap kemungkinan motif lain, KPAI juga mendorong peran sekolah dalam membantu anak-anak yang mengalami masalah mental atau psikologis akibat pandemi COVID-19 yang telah berlangsung lebih dari 7 bulan," kata Retno.

Retno pun menyarankan, kegiatan konseling di sekolah harus digalakan, khususnya selama pandemi. Konsultasi, katanya, dapat dilakukan guru bimbingan konseling kepada siswa melalui pesan singkat atau aplikasi komunikasi lainnya.

"Kerap kali anak-anak hanya butuh didengar, ada saluran curhat selain ke sahabatnya. Bisa juga ke guru BK dan wali kelas agar dapat diberikan solusi yang tepat," ujarnya.

BACA JUGA:  Merasa Lebih Senior, Dewi Perssik Murka Disamakan dengan Nikita Mirzani

Menanggapi peristiwa itu, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen), Jumeri mengungkapkan turut berduka cita atas meninggalnya korban berinisial MI berumur 16 tahun itu.

"Sebenarnya kejadian serupa tak hanya terjadi saat PJJ. Ekses (peristiwa) sebuah perubahan (akibat Covid-19) selalu ada, di masa normal sebenarnya kejadian sejenis juga ada. Indonesia negeri luas dengan banyak disparitas," kata Jumeri.

Jumeri mengklaim, baha Kemendikbud sendiri sudah meminta agar beban tugas kepada murid harus dikurangi. Namun dia menduga, bahwa penyederhanaan beban tugas para guru di sekolah tersebut tidak berjalan baik.

"Kita sudah bimbing guru untuk tidak bebani siswa dengan tugas berat (banyak), (guru harus) bisa memahami kondisi psikologis siswa," ujarnya.

BACA JUGA:  Dukung Omnibus Law, Rizal Ramli Sindir Gatot Nurmantyo: Kelihatan Aslinya

"Implementasi kebijakan kita di lapangan memang sering tidak semulus yang kita bayangkan. Kami sudah sering berkordinasi dengan daerah untuk memastikan pelayanan berjalan baik," pungkasnya.

Admin
Penulis