News . 09/10/2020, 13:00 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kajian terhadap sistem tata kelola program LPG 3 kilogram (kg). Dalam penelitian ini, KPK memetakan potensi kerawanan dan permasalahan dalam program, serta merumuskan langkah-langkah strategis dan operasional dalam program LPG bersubsidi.
"Pada rentang Januari-Juli 2019 KPK telah melakukan kajian sistem tata kelola program LPG 3 kg," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding melalui keterangan tertulis, Kamis (8/10).
Permasalahan ditemukan pada aspek perencanaan. KPK menemukan ketidakjelasan kriteria pengguna LPG bersubsidi. Selain itu, kriteria spesifik masyarakat miskin hingga jenis usaha mikro yang dapat menerima subsidi juga tidak memiliki kejelasan.
"Penentuan kriteria usaha mikro diserahkan ke pangkalan," kata Ipi.
"Pada tahun 2018, dari 404 kabupaten/kota hanya 67 yang mengajukan usulan penerima subsidi dan diterima oleh Kementerian ESDM," ucap Ipi.
Selain pada aspek perencanaan, KPK turut menemukan permasalahan dalam aspek pelaksanaan program LPG bersubsidi. Yaitu lemahnya sistem pengawasan distribusi.
KPK menyebut, kurangnya sosialisasi dari Pertamina dan agen menyebabkan banyaknya pangkalan yang tidak mengisi logbook dengan benar. Selain itu, sanksi yang diberikan Pertaminan kepada agen juga minim.
Lemahnya kendali dalam implementasi penetapan HET juga ditemukan dalam kajian tersebut. KPK menemukan, tidak ada ketentuan bagi pemerintah daerah untuk mengatur HET LPG bersubsi. Kementerian ESDM pun tidak mengevaluasi HET pemerintah daerah.
"Agen jarang melakukan pengawasan ke pangkalannya, seperti Pertamina tidak selalu mengawasi agennya; Dinas Perdagangan Kab/Kota tidak mempunyai wewenang untuk menindak, hanya bisa memberikan himbauan; harga di pangkalan lebih tinggi dari HET; dan HET tidak dievaluasi secara berkala," kata Ipi.
Terakhir, permasalahan juga ditemukan menyangkut tidak operasionalnys pengaturan zonasi distribusi LPG Public Servis Obligation (SPO). Menurut Ipi, pembagian alokasi ditentukan oleh Kementerian ESDM dengan memperhitungkan kebutuhan per kabupaten/kota sebagaimana usulan.
"Dampaknya, terjadi manipulasi pengisian logbook. Semakin banyak persentase ke pengecer, maka harga semakin tidak terkendali. Ada indikasi pembelian rutin dan jumlah banyak oleh UMKM/RT untuk dijual kembali," tandas Ipi.
Atas kajian tersebut, KPK berkesimpulan upaya pemerintah untuk mengonversi penggunaan minyak tanah menjadi LPG dengan subsisi harga komoditas terbukti tidak efektif. Sebab, anggaran subsidi meningkat melebihi subsisi minyak tanah.
Subsidi harga LPG 3 kg juga bermasalah mulai dari perencanaan, operasional, pengendalian, dan pengawasan. Mekanisme pengendalian melalui distribusi tertutup pun terbukti gagal.
"Perbaikan database turut diperlukan untuk target penerima usaha kecil menengah (UKM)," kata Ipi.
Sementara itu, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, kajian KPK mengenai LPG bersubsidi untuk orang miskin dan UMKM di lapangan tidak tepat sasaran. LPG melon itu ternyata tidak dinikmati oleh masyarakat miskin.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com