JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum menjelaskan, pasca penetapan pasangan calon (paslon) Pilkada Serentak 2020, Bawaslu telah meregister 59 permohonan penyelesaian sengketa yang diajukan bakal paslon yang gagal lolos.
Berdasarkan data hingga Selasa (29/9), total permohonan penyelesaian sengketa mencapai 105 kasus. "Sengketa paling banyak terjadi di 91 kabupaten, 12 kota dan 2 provinsi," kata Anggota Bawaslu Rahmat Bagja.
BACA JUGA: IPDN Gandeng BNI untuk Jadi Smart Campus
Bagja menambahkan, sebanyak 99 permohonan diajukan secara langsung dengan mendatangi kantor Bawaslu di daerah. Sedangkan 6 permohonan melalui Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS). "Jumlah tersebut sangat timpang. Padahal Bawaslu sudah mempersilakan peserta ataupun tim kampanye untuk ajukan permohonan via daring," tuturnya.SIPS dengan permohonan daring tujuannya supaya memutus penyebaran covid-19 dengan mengurangi kegiatan tatap muka.Menurutnya kehadiran SIPS merupakan salah satu cara Bawaslu untuk adaptasi dengan kondisi pandemi saat ini.
Dengan perubahan beberapa kebiasaan oleh penyelenggara pemilu, Bagja menekankan permohonan sengketa secara daring merupakan cara untuk peserta pilkada, tim pemenangan dan stakeholder terkait dalam upaya mendapatkan keadilan dalam pesta demokrasi.
BACA JUGA: Keren, Ini MV BLACKPINK Lovesick Girls yang Baru Dirilis
"Kami ingin memastlkan penyelenggara, peserta, pendukung dan pemlllh menerapkan protokol kesehatan dan menerapkan penggunaan teknologl informasi yang sesual dengan kondisi geografis," tuturnya.Terpisah, Anggota Komisi II DPR RI Teddy Setiadi menerima aspirasi dari Forum Alumni Perguruan Tinggi Indonesia (FAPI) terkait pelaksanaan Pilkada 2020 lewat daring.
“Kami memberi kesempatan kepada beragam kalangan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi mereka. Memang, biasanya kami membuka di hari Selasa dan Jumat, tetapi tidak menutup kemungkinan di hari-hari lainnya,” katanya, Jumat (2/10).
BACA JUGA: Tanya Celana Dalam, Nikita Mirzani Malah ‘Gerebek’ Payudara Dinar Candy
Dalam kesempatan tersebut, FAPI menyampaikan penyesalan mereka atas keputusan pemerintah dan DPR yang tetap akan melangsungkan Pilkada pada 9 Desember mendatang. Padahal, pandemi Covid-19 belum terkendali dan momen Pilkada dikhawatirkan akan mencipta kluster-kluster baru yang membahayakan bagi rakyat.Menanggapi hal tersebut, Teddy menyatakan bahwa Fraksi PKS sangat menyadari kekhawatiran masyarakat atas ancaman Covid-19, dan telah menyampaikan hal itu kepada perwakilan pemerintah dalam rapat-rapat Komisi II.
“Kami sudah sampaikan bahwa penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 harus dicermati ulang. Namun, berdasar Perppu No.2 Tahun 2020 yang dikeluarkan oleh Presiden, memang Pilkada diputuskan untuk terselenggara pada 9 Desember. Dan tampaknya belum akan diubah”, jelas Teddy.
BACA JUGA: Pandemi Menggila, Perketat Prokes
Meski begitu, Teddy menambahkan bahwa dalam Perppu itu pun pada dasarnya masih dibuka kemungkinan untuk penundaan. “Kita masih perlu menunggu, ini masih ada waktu untuk melihat keadaan dan situasi. Jika misalnya peningkatan jumlah Covid-19 tidak terkendali, sebenarnya Perppu No.2 Tahun 2020 membuka kesempatan untuk penundaan Pilkada,” paparnya.Menurutnya, Fraksi PKS akan terus mengingatkan pemerintah dan KPU untuk tetap memprioritaskan keselamatan rakyat serta seluruh pihak yang terlibat dalam Pilkada. Fraksi PKS juga meminta pemerintah untuk terbuka bagi opsi-opsi lain yang memungkinkan dalam pelaksanaan Pilkada Serentak ini.
“Kami akan mengawal dan memantau pemerintah dan KPU untuk selalu berkomitmen dalam menjaga keamanan dan keselamatan bagi masyarakat. Di samping itu, dibutuhkan kesadaran dari seluruh pihak, termasuk pasangan calon, simpatisan, dan kader untuk mematuhi protokol kesehatan,” tandasnya. (khf/fin)