JAKARTA - Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional, sebagaimana Pasal 8 Perpres 82/2020 ternyata memiliki tugas yang begitu berat. Dua faktor yang paling dominan yakni melaksanakan dan mengendalikan implementasi kebijakan strategis dalam meredam dampak pandemi Covid-19.
Selain dua poin yang ada, Satgas pun dihadapkan dengan sektor-sektor usaha riil secara yang harus diselamatkan dengan cepat dan tepat. Ini dalam rangka percepatan pemulihan dan transformasi ekonomi nasional.
Artinya, secara roadmap sistematika kerja, Komite ini sudah ideal untuk menjalankan tugas. Namu ada tiga kata penting dalam Perpres tersebut. Pertama, percepatan. Kedua, monitoring, dan ketiga, evaluasi.
Menjawab hal ini, Staf Khusus Menteri Keuangan RI Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menegaskan, Indonesia dapat belajar dari China dalam meredam Meredam Dampak Covid-19.
”Prioritas pertama mereka mengendalikan epidemi tak peduli berapa biayanya. Karena pasar tidak dapat berfungsi dengan baik dalam keadaan darurat. Pada posisi ini negara memainkan peran yang sangat menentukan,” terang Yustinus Prastowo dalam Pengantar Bincang Nasional dengan tema ’Menakar Keberhasilan Komite Penanganan Covid-19 Serta Pemulihan Ekonomi Nasional’ yang digagas Fajar Indonesia Network (FIN) Sabtu (29/8).
Mesin administratif China, sambung dia, berfungsi secara efektif. Pemerintah membantu bisnis bertahan dari krisis, dengan fokus khususnya pada perusahaan kecil dan menengah.
”Namun langkah yang dilakukan tetap berhati-hati menghindari moral hazard, pemerintah harus memotong pajak, mengurangi biaya, dan memberi kompensasi kepada perusahaan yang terkena dampak parah,” jelasnya.
Sementara Bank komersial, sambung dia, harus berusaha untuk memastikan bahwa tidak ada kekurangan likuiditas Otoritas harus menerapkan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih ekspansif.
”Dalam situasi pandemi, harapan besar tiba-tiba diletakkan di pundak negara, sementara negara sendiri belum tentu siap. Muncul tantangan, dalam menemukan jalan tengah, merancang skema. Terutama skema bailout yang mengarah pada sustainable recovery,” jelasnya.
Ditambahkan Yustinus Prastowo, penting pula untuk mengkombinasikannya dengan kerangka regulasi, ukuran-ukuran sosial dan ekonomi makro. Hal inilah yang kini dilakukan pemerintah. Serupa dengan berbagai negara, mengeluarkan stimulus dalam jumlah yang besar
”Ada 196 negara di dunia mengeluarkan stimulus, dengan total lebih dari $8 triliun (10% PDB dunia). Amerika Serikat salah satu contohnya, mengeluarkan program jaminan sosial seperti unemployment benefit, termasuk bantuan langsung tunai bagi rumah tangga dan bantuan pangan,” ungkapnya.
Itu saja tidak cukup, beraga paket insentif untuk dunia usaha. Dari penurunan suku bunga acuan pada tingkat 0-0,25% maupun Unlimited Quantitative Easing (QE).
”Australia pun demikian, ada insentif pajak, mengeluarkan antuan langsung tunai termask subsidi upah, jaminan pinjaman untuk bisnis sampai penurunan suku bunga acuan sebanyak 50 bps menjadi 0.25%. Ada pula injeksi dana bank sentral untuk fasilitas pinjaman ke perbankan,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Prastowo juga menyampaikan beberapa usulan baru pemanfaatan biaya penanganan Covid-19 yang nilainya menembus Rp23,3 triliun.