"Pemerintah tetap perlu melakukan berbagai upaya pencegahan persebaran COVID-19 ini secara maksimal. Masyarakat harus disiplin melaksanakan upaya pencegahan penularan. Tidak boleh kendor," jelas Saifudin.
Menurutnya, wabah virus sebelumnya seperti SARS-CoV pada 2002-2003 dan MERS-CoV pada 2012 berhasil dihentikan tanpa vaksin. Bahkan, ada negara-negara yang sukses menahan laju peningkatan kasus COVID-19. Seperti Cina, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Taiwan. "Tindakan pencegahan seperti isolasi kasus, pelacakan kontak, dan karantina, penjarakan fisik, memakai masker, cuci tangan, dan karantina komunitas sangat diperlukan," terangnya.
Meski saat ini produk vaksin Sinovac tengah diuji secara klinis, Saifudin meminta jangan diklaim efektif digunakan. Sebab perlu menunggu hasil uji klinis. "Jangan buru-buru menyimpulkan vaksin yang sedang diuji klinis sekarang pasti akan efektif. Ini kesimpulan yang terlalu dini," paparnya.
Ia menilai kandidat vaksin yang sudah masuk ke uji klinis fase 3 tidak menjamin uji klinis akan berhasil. Banyak kandidat vaksin yang sudah menjalani uji fase 3, namun gagal. Sebab, terbukti tidak efektif.
Meski begitu, Saifudin berpendapat pengembangan vaksin COVID-19 menjadi salah satu upaya yang dilakukan banyak negara menghentikan pandemi. Bila hasil uji coba vaksin Sinovac berhasil, lalu dimasukkan program imunisasi nasional, kontinuitas program bergantung pada suplai vaksin. Dia berharap Indonesia bisa memproduksi sendiri.
"Bila vaksin ini terbukti efektif dan aman, maka produksi massal dapat dimulai. Tinggal nanti kesepakatan antara Sinovac, Pemerintah Indonesia dan PT Biofarma," pungkasnya.(rh/fin)