Setelah Maria Siapa Lagi!

fin.co.id - 10/07/2020, 01:00 WIB

Setelah Maria Siapa Lagi!

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memberikan apresiasi atas penankapan Maria Pauline Lumowa yang dilakukan jajaran Kementerian Hukum dan HAM maupun Mabes Polri. Dari proses penangkapan ini ini, diharapkan sang buronan berani mengembalikan uang milik PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk (BNI) dan sebagai pintu masuk menangkap aktor dan buronan lainnya.

”Kami apresiasi atas kerja keras Kemenkumham maupun lembaga terkait. Mudah-mudahan selama proses hukum di Indonesia bisa membawa dampak, bahwa kerugian yang dialami oleh BNI bisa dikembalikan oleh tersangka,” ujar Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga dalam keterangan yang diterima Fajar Indonesia Network (FIN) Kamis (9/7).

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono meyakini penangkapan buronan pelaku pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumowa merupakan pintu masuk bagi pemerintah Indonesia untuk menangkap lebih banyak buronan yang lari ke luar negeri.

BACA JUGA: Manfaat Cincin Pen*s dan Aturan Pakainya

”Ini skema awal yang baik. Keberhasilan ini menumbuhkan keyakinan pada publik. Artinya kemauan politik yang kuat dari pemerintah, menjadikan semua DPO atau buronan yang lari ke luar negeri bisa dipulangkan dan diadili,” timpal Arief Poyuono.

Menurut dia, meskipun Indonesia dan Serbia belum punya perjanjian ekstradisi, keberhasilan itu tidak lepas dari permintaan Serbia yang dipenuhi Indonesia terkait dengan ekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada tahun 2015.

”Ini kan sebuag potret buruk terkait dengan kasus Harun Masiku dan Djoko Tjandra semestinya evaluasi mendasar buat perbaikan kinerja dan sistem keimigrasian yang dibangun dengan uang negara. Tapi ini langkah baik, layak diapresiasi karena setelah 17 tahun buronan pembobol BNI itu melarikan diri,” tandasnya.

Ke depan, sambung dia, publik berharap sistem dan basis IT yang dibangun bisa dikelabui penjahat atau lebih jauh lagi. ”Ingat ya, jangan sampai sistem yang ada dijadikan tempat berlindungnya atau menjadi sarana para perencana kejahatan dan penjahat. Kemudahan teknologi harusnya untuk memitigasi dan mencegah segala bentuk manipulasi,” imbuhnya.

BACA JUGA: Amien Rais: PKI Gunakan Influencer untuk Adu Domba Ummat Islam

Terpisah, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan menyelesaikan proses ekstradisi terhadap buronan pelaku pembobolan Bank BNI sebesar Rp1,7 triliun, Maria Pauline Lumowa, dari pemerintah Serbia.

Secara terpisah, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebut bahwa jumlah uang yang dibobol oleh Maria Pauline Lumowa dari kas Bank BNI pada 2003 lalu sebesar Rp1,2 triliun.

”Beliau adalah seorang pembobol BNI dengan teman-temannya yang lain melalui L/C (Letter of Credit) fiktif yg terjadi pada tahun 2003 sebesar Rp1,2 triliun,” ujar Yasonna dalam jumpa pers di Bandara Seokarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (9/7).

Hal tersebut sekaligus meluruskan pemberitaan sebelumnya yang menyebut bahwa jumlah uang yang dibobol oleh Maria dari kas BNI sebesar Rp1,7 triliun, yang dikutip dari siaran pers Kementerian Hukum dan HAM terkait ekstradisi terhadap Maria Pauline pada Rabu (8/7).

BACA JUGA: Juni 2020, Restrukturisasi Kredit Mencapai Rp741 Triliun

Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003 Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari "orang dalam" karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp, yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.

BACA JUGA: Karantina di Gor Satria, Pemudik Dimungkinkan Dapat Bertambah Lagi

Pada Juni 2003 pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.

Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.

Ekstradisi Maria Pauline Lumowa bukan akhir dari proses penegakan hukum terhadap buronan pembobol kas BNI tersebut. Ini disampaikan disampaikan oleh Yasonna dalam sesi konferensi pers ekstradisi Maria Pauline Lumowa di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Kamis (9/7).

”Kita akan mengejar terus. Bersama penegak hukum, kita akan melakukan asset recovery yang dimiliki Maria Pauline Lumowa di luar negeri. Kita akan menempuh segala upaya hukum untuk membekukan asetnya, termasuk memblokir akun dan sebagainya” ujar Yasonna.

BACA JUGA: Para Aktivis ”Tua” Nongol, Mereka Bicara Pancasila

”Semua itu bisa dilakukan setelah ada proses hukum di sini. Kita lakukan upaya-upaya ini, tetapi ini tidak bisa langsung. Semuanya merupakan proses, tetapi kita tidak boleh berhenti. Semoga upaya ini bisa memberikan hasil baik bagi negeri sekaligus menegaskan prinsip bahwa pelaku pidana mungkin saja bisa lari, tetapi mereka tidak akan bisa sembunyi dari hukum kita,” kata Menteri berusia 67 tahun tersebut.

Dalam sesi konferensi pers, Yasonna sekaligus menjelaskan alasan hingga proses ekstradisi ini harus dipimpin langsung olehnya. ”Selama proses permintaan ekstradisi sejak tahun lalu, ada negara dari Eropa yang juga melakukan diplomasi agar Maria Pauline Lumowa tidak diekstradisi ke Indonesia. Pengacara juga melakukan upaya hukum, termasuk memberikan suap, tetapi Pemerintah Serbia tetap memegang komitmen kepada Indonesia,” ujar Yasonna.

BACA JUGA: Nunggu Adzan dan Salat di Masjid, Baim Wong Bisa Bayar Utang Rp1,5 M

”Itu juga yang membuat saya harus memimpin delegasi Indonesia, untuk menunjukkan keseriusan bahwa Indonesia berkomitmen untuk tujuan penegakan hukum. Puncaknya adalah pertemuan saya dengan Presiden Serbia pada awal pekan ini untuk menegaskan proses ekstradisi Maria Pauline Lumowa,” katanya.

Yasonna juga menyampaikan bahwa masa penahanan Maria Pauline Lumowa akan habis pekan depan. Itu sebabnya pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum meningkatkan intensitas percepatan ekstradisi ini selama sebulan terakhir.

BACA JUGA: Perkuat Fondasi Bisnis Digital, TelkomGroup Hadirkan HyperScale Data Center

”Semua ini kan memakan proses panjang. Karena Maria Pauline Lumowa adalah warga negara Belanda, ada lobi-lobi kepada pemerintah Serbia. Ada upaya yang intens dari salah satu negara untuk melobi agar yang bersangkutan tidak diekstradisi ke Indonesia,” kata Yasonna.

Admin
Penulis