Ratio Utang Dalam Kadar Aman

fin.co.id - 18/06/2020, 03:53 WIB

Ratio Utang Dalam Kadar Aman

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Pemerintah menjamin rasio utang dikelola dalam batas aman pada APBN 2021 yang tidak melebihi 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sesuai Undang-Undang Keuangan Negara. Dalam kebijakan makro fiskal tahun 2021, besaran defisit diperkirakan berada pada rentang 3,05-4,01 persen terhadap PDB. Rasio utang, lanjut dia, juga diproyeksi naik kisaran 33,8-35,88 persen terhadap PDB.

”Pembiayaan akan dilakukan secara terukur dengan terus menjaga sumber pembiayaan secara aman, hati-hati dan sustainable,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam webinar di Jakarta, Rabu (17/6).

Besaran defisit dan rasio utang yang masih tinggi itu, kata dia, tidak terlepas dari upaya pemerintah melakukan pemulihan ekonomi sebagai imbas dari dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan pandemi Covid-19 tahun 2020.

BACA JUGA: Sergio Ramos Bek Pencetak Gol Tersubur Sepanjang Masa

Ia mengharapkan APBN 2021 menjadi instrumen yang melindungi masyarakat paling terdampak, memperkuat ekonomi domestik, pemulihan kesehatan dan ekonomi nasional.

Kebijakan fiskal tahun 2021, lanjut dia, juga tidak berdiri sendiri namun menjadi bagian jangka menengah melalui reformasi sejumlah sektor terutama untuk produktivitas dan daya saing agar Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.

Sebagai gambaran utang pemerintah pusat, Kementerian Keuangan mencatat jumlah utang per akhir Mei 2020 mencapai Rp5.258,57 triliun atau mencapai 32,09 persen terhadap PDB.

Rinciannya, sebesar Rp4.442,90 atau 84,49 persen bersumber dari surat berharga negara (SBN) terdiri dari SBN dalam bentuk rupiah (domestik) sebesar Rp3.248,23 triliun dan valuta asing Rp1.194,67 triliun.

Selain SBN, utang juga berasal dari pinjaman atau 15,51 persen mencapai Rp815,66 triliun terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp9,94 triliun dan luar negeri Rp805,72 triliun.

BACA JUGA: PPDB Online SMP Jalur Zonasi Segera Dibuka, Ini Jadwalnya

Meningkatnya utang pemerintah pusat itu karena kebutuhan pembiayaan yang meningkat akibat pandemi Covid-19 untuk kesehatan, jaring pengaman sosial dan pemulihan ekonomi nasional.

Pemerintah telah menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2021 kepada DPR RI. Dokumen tersebut digunakan sebagai bahan pembicaraan pendahuluan dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2021.

Terkait hal itu, Fraksi PKS DPR RI memiliki beberapa catatan penting dalam menyikapi ini. PKS mendorong Pemerintah harus pastikan bahwa APBN ke depan disusun secara kredibel dan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan.

Ini pun upaya mendorong kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi di tengah tantangan pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi global. ”Dalam KEM-PPKF 2021 masih membutuhkan penajaman kebijakan dalam upaya penanganan pandemi covid-19, mendorong pemulihan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas, meningkatkan lapangan kerja, mengurangi kesenjangan, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat,” papar Junaidi Auly kepada Fajar Indonesia Network (FIN).

Beberapa catatan PKS pertama target pertumbuhan ekonomi dalam KEM-PPKF tahun 2021 dinilai masih terlalu rendah hanya 4,5-5,5 persen. Padahal dalam RPJMN 2020-2024 ekonomi ditargetkan bisa tumbuh 5,4-6 persen per tahunnya. Sementara pada 2021, level pertumbuhan untuk skenario rendah mencapai 5,4 persen, level sedang mencapai 5,5 persen, dan level tinggi 5,7 persen.

BACA JUGA: Ratusan Hektare Sawah Terendam Lumpur

”Kami mengingatkan kepada pemerintah untuk tetap fokus pada pencapaian target-target ekonomi dan pembangunan yang telah ditetapkan dalam RPJMN 2020-2024, terlebih di tengah krisis pandemi Covid-19 dimana rakyat membutuhkan kerja keras pemerintah,” jelasnya.

Catatan kedua, Fraksi PKS mendorog pemerintah untuk mampu mencapai target pertumbuhan yang ditetapkan, pertumbuhan ekonomi 2021 harus dapat dipacu lebih tinggi yang diikuti dengan perbaikan kualitas.

Selama ini, pemerintah selalu gagal mencapai target dengan cenderung menyalahkan faktor gejolak ekonomi global. Tahun 2019 lalu ekonomi hanya tumbuh 5,02 persen dari target 5,3 persen, 2018 realisasi pertumbuhan 5,17 persen dari target 5,4 persen.

Kegagalan capaian pertumbuhan ekonomi ini tentu akan berdampak pada kegagalan target penerimaan negara maupun percepatan penurunan masalah-masalah sosial di Indonesia.

Selanjutnya, Fraksi PKS mendesak pemerintah untuk merinci secara deatail target pertumbuhan dari sisi permintaan. Dalam dokumen KEM-PPKF 2021 tidak dirinci pertumbuhan konsumsi rumah tangga.

Admin
Penulis