JAKARTA - Kementerian Pendidikan Saudi mengubah narasi dalam buku pelajaran sejarah, yang menyatakan Kekhalifahan Ottoman tidak mewakili umat Islam dan dinyatakan sebagai penjajah.
Dilansir dari Middle East Monitor, dahulu pendidikan sejarah di Arab Saudi mengajarkan keagungan khalifah Utsmaniyyah dan warisannya bagi dunia Islam. Namun, kini yang diajarkan di sekolah dasar Arab Saudi adalah penjajahan, kejahatan, dan keruntuhan khilafah Utsmaniyah.
Beberapa hal yang akan diajarkan pendidikan saat ini adalah Penjajah Utsmaniyah yang memerangi negara Saudi pertama pada tahun 1744 dan negara Saudi kedua pada tahun 1824, dukungan terhadap pemimpin setempat untuk melawan King Abdul Aziz, menghancurkan Diriyah dan kota di sekitarnya, dan menyiksa dan membunuh imam terakhir negara Saudi pertama Imam Abdullah bin Saud.
Pada kurikulim terbaru pelajaran sejarah ini juga menjelaskan, bahwa Utsmaniyah memerintah jazirah Arab dengan cara mengadu domba dan pemaksaan kehendak.
Utmaniyah membagi arab menjadi 15 wilayah dengan gubernur masing-masing. Rejim Utsmaniyah membebani masyarakat dengan banyak jenis pajak, termasuk pajak atas hasil panen dan tanah.
Perubahan narasi dalam kurikulum pendidikan ini bukan tanpa sebab. Selama beberapa tahun belakangan hubungan antara Arab Saudi dan Turki memang tidak akur.
Ketidak-akuran itu menajam, terutama saat Turki memilih membantu Qatar saat negara kerajaan kecil itu di-embargo oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Mesir pada 2017 lalu.
Dalam diplomasi global pun keduanya bersaing dalam memperebutkan dukungan Amerika Serikat. AS akhirnya merapat ke Arab Saudi, membuat Arab Saudi bersama Israel menjadi sekutu AS di Timur Tengah. Sementara Turki akhirnya mendekat ke Rusia.
Hubungan Turki dan Saudi kembali tegang terkait kasus pembunuhan jurnalis dan kolomnis, Jamal Khashoggi. Khashoggi meninggal dibunuh saat hendak memperbarui masa berlaku paspor di Konsulat Arab Saudi di Istanbul pada 2019.
Dari hasil penyelidikan, diduga kuat pembunuhan Khashoggi dilakukan oleh tim yang dikirim dari Saudi dan diduga di bawah perintah Putra Mahkota, Pangeran Muhammad bin Salman. Turki mendesak supaya para pelaku diganjar hukuman setimpal.
Perseturuan keduanya tak sampai disitu, kabar terbaru saat ini pemerintah Ibu Kota Riyadh, Arab Saudi, memutuskan mengganti nama jalan yang diambil dari salah satu pemimpin kesultanan Ottoman, Sultan Sulaiman.
Selain itu, Arab Saudi juga meminta para penduduknya untuk memboikot seluruh barang buatan Turki. Gerakan itu mendapat dukungan luas rakyat Saudi. (der/mem/fin)