News . 11/06/2020, 05:00 WIB
JAKARTA , - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat diminta untuk membatalkan dakwaan terhadap terdakwa Hary Prasetyo untuk seluruhnya. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai salah menerapkan pasal terhadap perkara Jiwasraya.
Hary Prasetyo yang merupakan mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya didakwa JPU melakukan tindak pidana korupsi.
Hal ini diungkapkan Kuasa hukum Hari Prasetyo, Rudianto Manurung dalam eksepsi atau tanggapan terhadap dakwaan JPU. Menurutnya, majelis hakim harus membatalkan dakwaan karena surat dakwaan tidak menguraikan secara cermat, jelas.
"dan tidak lengkap rumusan unsur-unsur tindak pidana berdasarkan pasal yang didakwakan, dan tidak menguraikan perbuatan materieel yang didakwakan," katanya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/6).
Karena itulah, kata Rudianto, dakwaan Penuntut Umum tidak dapat diterima, dengan kata lain dakwaan yang didakwakan terhadap Terdakwa kabur atau tidak jelas.
Selain itu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga tidak berwenang secara absolut (kompetensi absolut) berdasarkan pada faktor perbedaan lingkungan peradilan berdasarkan Undang-Undang Kekuasan Kehakiman.
Menurutnya kewenangan/kompetensi absolut merupakan pemisahan kewenangan yang menyangkut pembagian kekuasaan antara badan-badan peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan, menyangkut pemberian kekuasaan untuk mengadili (attributie van rechtsmacht). Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman terdiri dari:Peradilan Umum; Peradilan Agama;Peradilan Militer; Peradilan Tata Usaha Negara.
Peradilan Umum diatur dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum juncto Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-X/2012, di mana hingga saat ini tercatat ada 6 (enam) pengadilan khusus yang ada dilingkungan peradilan umum, yakni: Pengadilan Anak, kewenangan mengadili perkara anak yang berhadapan dengan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Setelah membaca Surat Dakwaan, lanjut Ridianto, seharusnya kompetensi mengadili perkara a quo adalah Peradilan Umum yang menangani perkara pidana secara umum dan bukan pengadilan khusus tindak pidana korupsi.
Dia menegadkam Pengadilan Tipikor tidak berwenang mengadili kliennya, hal tersebut dapat telihat dengan jelas di halaman 3 - 4 Surat Dakwaan bahwa perbuatan Hary Prasetyo didakwa secara melawan hukum dengan ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut:
Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian; Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian; Pasal 8 ayat (1) huruf b dan c, Pasal 11, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
Pasal 6 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 53/PMK.010/2012 tanggal 3 April 2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi; Pasal 11 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi; Pasal 59 dan Pasal 60 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 2/POJK.05/2014 tanggal 28 Maret 2014 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian; Pasal 18, Pasal 19 huruf a dan b, Pasal 20 huruf b dan c angka 1 dan angka 2 Peraturan OJK Nomor 43/POJK.04/2015 tanggal 23 Desember 2015 tentang Pedoman Perilaku Manajer Investasi;
Pasal 58 Peraturan OJK Nomor 73/POJK.05/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian; Pasal 6 ayat (4) Peraturan OJK Nomor 71/POJK.05/2016 tanggal 28 Desember 2016 tentang Kesehatan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;
"Dapat kami simpulkan terdakwa Hary Prasetyo di dakwa Tindak Pidana Perasuransian dan Tindak Pidana Pasar Modal," tegasnya.
Undang Undang Perasuransian secara tegas mengatur ketentuan pidana perasuransian pada Pasal 21 UU No.2 Tahun 1992 dan Pasal 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82 UU No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, dimana kewenangan penyidikan perkara Tindak Pidana Perasuransian adalah Penyidik Polri, sebagaimana diatur Pasal 14 Ayat (1) huruf g UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI, yang menyebutkan: Kepolisian Negara RI melakukan Penyelidikan dan Penyidikan terhadap semua tindak Pidana sesuai dengan hukum acara Pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com