JAKARTA - Rencana kebijakan normal baru membuka peluang peningkatan kepercayaan para investor kepada Indonesia. Pemerintah diminta perlu mempersiapkan segala kelengkapan yang dibutuhkan untuk new normal secara matang.
"Adanya new normal ini membuka peluang lebih besar meningkatkan kepercayaan investor terhadap pasar di Indonesia. Yang memungkinkan adalah intervensi pemerintah melalui Bank Indonesia. Tujuannya menjaga stabilitas rupiah serta stimulus fiskal dua bulan terakhir, rendahnya defisit Current Account Deficit (CAD) selama pandemi, serta arus modal yang masuk," kata peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan di Jakarta, Kamis (4/6).
Perubahan perilaku ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk tetap menjalankan aktivitas ekonomi. Tetapi dengan menerapkan protokol kesehatan demi mencegah penularan virus. “Yang jadi pertanyaan masyarakat selanjutnya adalah apakah pemerintah pusat dan daerah sudah siap untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut. Bagaimana dengan pergerakan kasus COVID-19 yang masih tergolong dinamis dengan angka kasus terkonfirmasi terus bertambah setiap harinya,” urai Pingkan.
Menurutnya, hal ini menunjukkan ada kesadaran di tengah masyarakat akan pentingnya upaya pencegahan penyebaran COVID-19. Tentu saja, langkah yang sudah ditempuh selama dua bulan terakhir perlu terus ditingkatkan dan dibenahi seiring dengan eksplorasi kebijakan persiapan menuju new normal diimplementasikan di Indonesia.
Pemberlakuan skenario new normal ditanggapi pasar secara positif. Hal ini terlihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang kian menguat dua minggu terakhir. Pada perdagangan bursa per 3 Juni 2020, investor asing kembali mencatatkan aksi beli bersih sebanyak Rp 69 miliar di pasar reguler. Sedangkan pada perdagangan 2 Juni 2020, IHSG ditutup menguat 1,98 persen atau 93,89 poin ke level 4.847,5. Penutupan IHSG pada perdagangan pada Kamis (4/6) tercatat mencapai Rp 871,71 miliar. Adapun volume transaksinya mencapai 9,79 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 11,99 triliun.
Seiring dengan IHSG, nilai rupiah pada kurs tengah BI (kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/JISDOR, Red) berada di level Rp 14.245. Menurutnya, hal ini menandakan rupiah menguat sebesar 1,77 persen dibandingkan angka sebelumnya. "Angka ini juga merupakan posisi terbaik rupiah sejak 5 Maret 2020. Sepanjang Maret lalu, rupiah mengalami pelemahan tajam sebesar -14,31 persen terhadap USD. Ini membuktikan ada technical rebound," paparnya.
Sementara itu, Wakil Presiden, Ma'ruf Amin, mengatakan penerapan tatanan baru akan diterapkan pemerintah apabila tiga syarat dari World Health Organization (WHO) sudah terpenuhi. "Sambil menunggu ditemukannya vaksin dan obat, Pemerintah dengan sangat serius mengkaji penerapan tatanan baru. Pemberlakuan tatanan baru dan mengakhiri pelaksanaan PSBB dilakukan bila prasyarat yang ditetapkan oleh WHO sudah terpenuhi," jelas Maruf di Jakarta, Kamis (4/6).
Pertama, tatanan baru dapat diterapkan apabila penularan virus sudah terkendali. Hal ini ditunjukkan dengan rasio penyebaran dalam satu wilayah berada di bawah satu (Ro<1) selama dua pekan berturut-turut. Kedua, tersedianya layanan dan sistem kesehatan untuk menangani kasus COVID-19 baru. Ketiga kemampuan dalam melakukan pelacakan yang ditandai dengan kecukupan jumlah pelaksanaan pengujian.
"Pelaksanaan era tatanan baru, khususnya di bidang ekonomi, akan dilakukan secara bertahap. Yang didahulukan adalah kegiatan industri penyediaan makanan dan minuman. Kegiatan usaha yang berkaitan dengan penyediaan makanan dan minuman, seperti restoran, akan lebih dahulu dibuka secara terbatas. Menyusul kegiatan ekonomi lain yang berskala besar. Seperti pusat perbelanjaan dan lainnya," imbuh Ma'ruf.
Pelaksanaan menuju tatanan baru juga dilakukan secara bertahap. Pelaku ekonomi, termasuk ekonomi Syariah dapat menyesuaikan diri dengan tahapan tersebut. Penerapan kebijakan tatanan baru itu, lanjutnya, bertujuan mempersiapkan masyarakat menuju situasi yang tetap menjaga produktivitas. Khususnya di bidang industri dan ekonomi syariah di tengah pandemi COVID-19.
Terpisah, anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun menilai butuh kesadaran kolektif masyarakat untuk menghadapi era Normal Baru. Menurutnya, era tersebut bukan usaha kerja pemerintah saja. Karena kebijakan itu membutuhkan kerja sama dari kalangan swasta dan seluruh elemen masyarakat. "Potensi penguatan ekonomi tersebut harus juga disertai dengan kesadaran kolektif masyarakat," jelas Misbakhun.
Dia meyakini fase Normal Baru pada masa pandemi COVID-19 akan kembali menggerakkan perekonomian Indonesia. Politisi Golkar itu mengaku sudah melihat tanda-tanda positif dari fase Normal Baru yang masih dalam tahap persiapan. "Era Normal Baru sudah disambut baik dengan menguatnya rupiah di mata dunia dan sentimen investasi yang terus tumbuh pada IHSG," ucapnya.
Menurut dia, beberapa waktu lalu Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis hasil jajak pendapat tentang 158 wilayah yang bisa kembali melakukan aktivitas kerja pada masa pandemi COVID-19. Dari hasil jajak pendapat itu, DKI Jakarta yang menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diyakini sebagai daerah yang bisa melakukan aktivitas kerja lagi. "Pemerintah mulai menyosialisasikan kebijakan Normal Baru karena pandemi COVID-19 diperkirakan akan berlangsung lama. Di sisi lain, kehidupan perekonomian masyarakat tidak boleh dibiarkan terlalu lama terhambat," urai Misbakhun.
Dia menyampaikan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I (Q1) 2020 yang hanya mencapai 2,97 persen. Capaian tersebut jauh dari target kuartal I 2020 yang diharapkan mencapai kisaran 4,5-4,6 persen. Selama Q1 2020, pertumbuhan konsumsi hanya 2,84 persen. Padahal biasanya di kisaran 5 persen. "Karena itu kebijakan Normal Baru diharapkan dapat memulihkan kembali perekonomian Indonesia dari pandemi COVID-19," tandasnya.
Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani menambahkan Indonesia bisa belajar dari pengalaman tiga negara dalam menerapkan normal baru. Yakni Brazil, Kosta Rika dan Korea Selatan.