JAKARTA - Dana desa yang baru masuk ke rekening kas desa menjadi permasalahan lain yang memperlambat pencairan bantuan bantuan langsung tunai (BLT). Bahkan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menemukan fakta lain pada praktiknya di lapangan
”Ya, beberapa hal kita temukan di sana. Misalnya hasil sinkronisasi data tidak segera turun dari Pemkab atau camat. Ada yang didelegasikan ke camat,: kata Mendes Abdul Halim Iskandar dalam konferensi pers melalui Webinar di Kememdes PDTT, Jakarta, Selasa (2/6).
Ia mengakui keterlambatan penyaluran dana desa ke RKD itu, kata dia, disebabkan oleh keterlambatan terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) tentang pengalokasian dana ke masing-masing desa dan surat kuasa bupati untuk pemindahbukuan dana di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
”Walau pun ini sudah diubah dengan PMK Nomor 50, tidak butuh lagi Pergub untuk tahap sekarang, supaya terjadi percepatan, cukup melaporkan bahwa siap, maka akan dikeluarkan dari KPPN. Namun baru beberapa yang cair, (misalnya) di wilayah Banten,” ungkapnya.
BACA JUGA: Pemerintah Pusat dan Daerah Siap Bersinergi Sukseskan Pilkada Serentak 2020
Sementara itu, banyaknya daerah yang meminta agar BLT dana desa disalurkan setelah penyaluran bantuan sosial (Bansos) lain juga menghambat penyaluran lebih lanjut. Untuk mengurai beberapa kendala tersebut, Kemendes menginstruksikan kepada desa-desa di Banten dan desa-desa lainnya untuk segera menyalurkan BLT dana desa sesuai dengan data yang diputuskan dalam musyawarah desa khusus (Musdesus).Langkah selanjutnya adalah dengan menyampaikan ke Pemkab bahwa BLT dana desa telah disalurkan, sehingga Pemkab yang harus menyesuaikan sinkronisasinya. ”Jadi yang sudah masuk di dalam data BLT dana desa dan sudah salur jangan dikasih Bansos apapun,” katanya.
Perlunya mempercepat penyaluran dan penyampaian data ke Pemkab itu, kata Mendes Halim, adalah agar tidak terjadi tumpang tindih. ”Ya jadi dibalik, gantian. Jangan desa disuruh menunggu atau mengikuti alur di Pemkab, (tetapi) gantian Pemkab yang mengikuti alur di desa. Jadi bantuan-bantuan lain menyesuaikan dengan BLT dana desa yang sudah disalurkan,” katanya.
Mendes juga menyebut sejauh ini telah menyalurkan RKD di 69.443 desa untuk program BLT Dana Desa. ”Pada desa-desa inilah, yang 69.443 desa ini yang kita lakukan penghitungan terhadap persentase Dana Desa yang sudah digunakan untuk BLT dan disalurkan,” kata dia.
BACA JUGA: YLKI: Saat ini, Pungutan PNN untuk Netflik dkk Belum Tepat
Angka tersebut diperoleh berdasarkan data yang dikumpulkan hingga 1 Juni 2020. Jumlah desa yang RKD-nya sudah menerima Dana Desa tersebut sama dengan 93 persen dari 74.953 desa yang di seluruh Indonesia. Dalam perkembangannya, ia mengatakan bahwa desa yang sudah Musdesus dan telah menetapkan calon Keluarga Penerima Manfaat (KPM) BLT Dana Desa telah ada sebanyak 67.640 desa, atau 90 persen dari total desa yang sudah mendapatkan penyaluran Dana Desa.Dari jumlah tersebut, sebanyak 55.042 desa telah menyalurkan BLT Dana Desa atau setara dengan 80 persen dari total desa yang sudah melakukan Musdesus dan menetapkan KPM. Sedangkan 12.598 desa lainnya, kata dia, telah melakukan Musdesus dan menetapkan calon KPM tetapi belum menyalurkan bantuan tersebut. ”Termasuk di daerah, misalnya Banten, kemudian di Papua, Papua Barat, Maluku Utara, Maluku kemudian Nusa Tenggara Timur,” terangnya.
Lebih lanjut, Mendes Halim, atau yang lebih akrab disapa Gus Menteri, mengatakan bahwa total KPM BLT Dana Desa adalah sebanyak 5.806.900 keluarga. Total jumlah KPM tersebut terdiri dari 1.213.506 keluarga yang kehilangan mata pencaharian dan 247.283 keluarga yang anggotanya menderita penyakit kronis dan menahun.
”Jadi ini sekaligus juga kita ini melakukan pemetaan terkait dengan kesehatan masyarakat. Termasuk juga kemarin yang kita diskusikan dengan para alumni dan petugas-petugas profesional kesehatan masyarakat, lulusan-lulusan kesehatan masyarakat. Kita juga mendiskusikan bagaimana penanganan warga berpenyakit kronis dalam konteks new normal (normal baru) di tingkat desa,” terang seraya menyebut total Dana Desa yang telah digunakan untuk BLT Dana Desa adalah sebanyak Rp3,48 triliun.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengharapkan fitur ”JAGA Bansos” yang baru diluncurkan menjadi saluran bagi masyarakat untuk berperan aktif mengawal penyaluran bansos dalam penanganan pandemi Covid-19.
BACA JUGA: Update Situasi Covid-19 di Indonesia Selasa, 2 Juni 2020
”Kami berharap masyarakat bisa percaya untuk memberikan informasi melalui fitur "JAGA Bansos" ini, karena ini bisa jadi saluran bagi masyarakat untuk berperan aktif mengawal pengalokasian bansos dan mencegah potensi terjadinya korupsi,” kata Ketua KPK Firli Bahuri.Diketahui, KPK telah resmi menambahkan fitur "JAGA Bansos" dalam "platform" pencegahan korupsi JAGA. Aplikasi JAGA (JAGA Apps) bisa diunduh melalui gawai dengan sistem operasi Android ataupun iOs. Selain melalui gawai, masyarakat juga bisa mengakses JAGA melalui situs https://jaga.id. ”Masyarakat bisa menggunakan fitur baru ini untuk melaporkan dugaan penyimpangan/penyalahgunaan bantuan sosial. Tak hanya itu, "JAGA Bansos" juga menyediakan informasi tentang bansos,” ucap Firli.
Ia mengatakan keluhan atau laporan yang masuk ke ”JAGA Bansos” akan diterima KPK kemudian diteruskan kepada pemerintah daerah (pemda) terkait. "KPK meneruskan informasi dari masyarakat melalui unit Koordinasi Wilayah (Korwil) pencegahan. Selanjutnya, KPK akan memonitor tindak lanjut penyelesaian laporan dan keluhan masyarakat tersebut,” tuturnya.
Ia mengungkapkan penambahan fitur "JAGA Bansos" sebagai upaya tambahan yang dilakukan KPK dalam melakukan langkah-langka antisipatif pencegahan korupsi. KPK telah memitigasi titik-titik rawan korupsi dalam penanggulangan pandemi Covid-19. KPK mengidentifikasi yang menjadi salah satu titik rawan adalah terkait penyelenggaraan bantuan sosial sebagai bagian dari Jaring Pengaman Sosial (JPS). Pemerintah pusat dan daerah telah melakukan realokasi anggaran dalam jumlah yang sangat signifikan untuk JPS.
BACA JUGA: 2.274 UMKM Terdampak Covid-19, Bakal Terima Bantuan Modal
”Di tingkat pusat dari alokasi anggaran Rp405 triliun, bansos merupakan bagian dari komponen JPS senilai Rp110 triliun. Sedangkan, dari realokasi anggaran pemerintah daerah sebesar Rp67,32 triliun, tercatat Rp25 triliun akan diberikan dalam bentuk bansos kepada masyarakat,” kata Firli.Alokasi bansos lainnya bersumber dari Dana Desa yang mengalokasikan secara berjenjang, yaitu 25 persen-35 persen dari besaran dana desa atau senilai total Rp21 triliun. ”Selama ini pemerintah pusat telah memberikan bansos regular berupa PKH, BPNT, dan BLT. Dengan adanya pandemi maka cakupan penerima bantuan diperluas dan besaran bantuan diperbesar,” ujar dia. Di samping itu, juga diperkenalkan bantuan baru yaitu, bansos sembako dan tunai untuk wilayah Jakarta, Bodetabek, dan luar Jabodetabek.