News . 02/06/2020, 07:55 WIB
JAKARTA - Pelibatan TNI dalam menangani kasus terorisme harus dimatangkan. Selanjutnya dibuat keputusan politik yang harus dibicarakan terlebih dahulu oleh presiden dan DPR.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, Nur Iman Subono mengatakan pelibatan TNI dalam penanganan kasus terorisme dalam rancangan Peraturan Presiden (Perpres) sebaiknya dimatangkan. Pelibatan TNI untuk operasi militer selain perang (OMSP) dapat dilakukan kalau sudah ada keputusan politik negara.
"Keputusan politik negara yang dimaksud dalam UU TNI adalah keputusan presiden dengan konsultasi DPR," katanya dalam keterangannya, Senin (1/6).
Dalam Perpres itu, pengerahan militer dalam penindakan cukup hanya dengan perintah presiden.
"Jadi, perintah itu bisa tertulis dan bisa tidak dan tanpa ada konsultasi DPR sebagai bentuk 'check and balances'. Karenanya Perpres bertentangan dengan UU TNI," lanjutnya.
Dijelaskannya, tanpa adanya keputusan politik dengan berkonsultasi dengan DPR, dikhawatirkan pengaturan kewenangan TNI yang terlalu berlebihan akan mengganggu mekanisme "criminal justice system". Sehingga bisa mengancam HAM dan kehidupan demokrasi.
Dia pun berharap Pemerintah memberi perhatian serius agar persoalan Perpres itu seperti mekanisme akuntabilitas untuk tunduk dalam sistem peradilan umum serta penggunaan anggaran daerah dan sumber lain di luar APBN yang dapat digunakan oleh TNI dalam penanganan terorisme.
"Seharusnya parlemen meminta pemerintah memperbaiki draft peraturan presiden karena secara substansi memiliki banyak permasalahan," katanya.
Dia menambahkan, pemerintah seharusnya tetap fokus dalam penanganan pandemi COVID-19 di Tanah Air yang jumlahnya terus merangkak naik hingga saat ini.
"Ini ada kesan pemerintah memanfaatkan situasi pandemi COVID-19 dengan menyerahkan rancangan Perpres tersebut kepada DPR pada awal Mei 2020," katanya.
Anggota Komnas HAM, Choriul Anam, menilai rancangan Perpres tentang Tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme akan tumpang tindih dengan UU yang lain, di antaranya UU Nomor 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Semua doktrin hukum yang ada, peranan TNI hanya penindakan saja, kalau selebihnya itu dilakukan polisi dan BNPT. Tapi, kan di Perpres itu mengatur semua soal TNI, termasuk soal penindakan yang menyalahi aturan yang ada. Apalagi, operasi teritorial dan operasi intelijen menyalahi prinsip negara hukum," katanya.
Dia bahkan menyarankan agar DPR menolak rancangan Perpres tersebut.
"DPR bisa menolak untuk menindaklanjuti dan bisa mengusulkan untuk menyiapkan RUU Perbantuan TNI," katanya.
RUU Perbantuan TNI, menurutnya jauh lebih penting. Sebab TNI bisa melakukan operasi militer selain perang, termasuk membantu menangani terorisme.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com