Pandemic Bonds Batal, Lemahnya Koordinasi Kemenkeu dan BI

fin.co.id - 09/05/2020, 09:14 WIB

Pandemic Bonds Batal, Lemahnya Koordinasi Kemenkeu dan BI

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Pembatalan menerbitkan surat atau khusus penanganan pandemi vurus corona (Covid-19) atau Pandemic Bond dianggap lemahanya koordinasi antar Kementerian/Lembaga dalam pemerintahan saat ini.

"Pembatalan ini menunjukkan lemahanya koordinasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI) dalam mendesain kebijakan makroekonomi dalam merespon pandemi Covid-19," ujar ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ariyo Irhamna kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (8/9).

Menurut dia, sebelum memang benar-benar matang untuk menerbitkan Pandemic Bond sebaiknya jangan tergesa-gesa mengumumkan ke publik. Sikap gegabah yang ditempuh pemerintah ini tentu saja bisa menurunkan kepercayaan pasar. "Sebaiknya, jika belum final tidak perlu mengumumkan ke publik agar tidak terjadi kebingungan di pasar. Sehingga pemerintah mendapatkan trust atau confidence dari pasar," kata dia.

Adapun pemerintah batal menerbitkan Pandemic Bonds karena menggunakan Surat Berharga Nasional (SBN) reguler. Pemerintah meyakini melalui instrumen tersebut bisa menutupi defisit tahun ini (above the line). "Sudah disepakati, above the line, kita tidak terbitkan SBN khusus," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, dalam diskusi daring, kemarin (8/5).

BACA JUGA: RUU Ciptaker Solusi Tekan Angka Pengangguran

Dia menjelaskan, SBN reguler yang dimaksud adalah SBN dengan penerbitan tiap dua pekan dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) maupun Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Sampai dengan akhir April, hasil penerbitan SBN neto sudah mencapai Rp376,5 triliun atau bertambah Rp 130-an triliun lebih dibandingkan akhir Maret.

Jumlah tersebut telah termasuk penjualan tiga seri SUN dalam denominasi Dolar Amerika Serikat (AS) senilai 4,3 miliar Dolar AS atau Rp69 triliun. Sampai akhir tahun, pemerintah masih menargetkan penerbitan Samurai Bonds dan Global Sukuk.

Mengenai pembiayaan defisit APBN, lanjut dia, pemerintah memberikan kewenangan BI untuk membeli SBN di pasar perdana. Namun langkah ini sebagai last resort atau cara terakhir dalam lelang SBN. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.

Selain itu, kata dia, BI juga akan dilibatkan untuk pembiayaan pemulihan ekonomi nasional (PEN) melalui skema below the line. Besaran pebiayaan PEN sendiri Rp150 triliun. Angka tersebut belum final, masih dalam pembahasan.

Sementara itu, Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Kemenkeu Riko Amir menyebutkan, total kebutuhan pembiayaan pemerintah setahun ini adalah Rp1.439,8 triliun. Dari angka tersebut sebanyak Rp856,8 triliun di antaranya dipenuhi melalui penerbitan SBN. "Pada kuartal kedua hingga keempat, kami targetkan rata-rata lelang antara Rp35 triliun hingga Rp45 triliun," tukasnya.(din/fin)

Admin
Penulis