JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, (Mendikbud) Nadiem Makarim berharap, guru masa depan tidak lagi hanya sekadar mengejar status pekerjaan karena ingin jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Generasi yang akan datang diharapkan matang. Bukan ingin kerja karena ingin jadi PNS saja," kata Nadiem, Jumat (8/5)
Menurut Nadiem, generasi guru muda merupakan mereka yang mampu memiliki passion mengajar yang tinggi. Selain itu, berpihak pada pengembangan siswa.
"Terpenting lagi yang (guru) baru masuk ini nanti juga harus matang dan kenal teknologi," ujarnya.
Untuk mencapai tujuan itu, saat ini Nadiem telah merancang program guru penggerak dan sekolah penggerak. Tujuannya, agar guru-guru yang ada sekarang, maupun guru muda yang ada di sekolah saat ini bisa mendorong pendidikan ke arah yang lebih baik.
"Program organisasi dan sekolah penggerak ke depannya akan melibatkan organisasi masyarakat (ormas) di bidang pendidikan. Hal itu sebagai bentuk masyarakat mendukung kemajuan pendidikan," tuturnya.
Jika berhasil, Nadiem mengaku tak risau lagi dalam memikirkan masa depan pendidikan Indonesia. Ia meyakini, program ini dapat dirasakan manfaatnya dalam waktu yang lama.
"Organisasi kemasyarakatan dan relawan pendidikan yang ingin bergabung dalam Organisasi Penggerak harus memiliki rekam jejak yang baik. Ormas harus siap dalam mengimplementasikan program-program di bidang pendidikan untuk diterapkan pada sekolah-sekolah," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim mengatakan, bahwa satu-satunya cara untuk menghasilkan kualitas guru yang baik adalah, menjadikan guru mampu meningkatkan kompetensinya secara terus-menerus dan mandiri.
"Sayangnya selama ini program peningkatan kompetensi guru tidak berjalan. Padahal, anggaran program ini tergolong besar. Semua itu terjadi karena yang dilakukan Kemendikbud lebih bersifat proyek dibanding sebuah gerakan," kata Ramli.
Menurut Ramli, Kemendikbud seharusnya memperjelas fungsi dan posisi organisasi profesi guru dalam rangka peningkatan kompetensi guru secara mandiri. Sebab, selama ini justru organisasi di luar profesi guru yang kerap dilibatkan dalam program organisasi penggerak Kemendikbud.
"Organisasi profesi guru adalah amanat Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang sampai hari ini tidak dijalankan secara konsekuen oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," tuturnya.
"IGI yakin peningkatan kompetensi guru betul-betul harus dilakukan mandiri melalui organisasi profesinya masing-masing," sambungnya.
Selain itu, Kemendikbud melalui Dirjen GTK harus mampu menjamin tak ada lagi guru di seluruh Indonesia, apa pun statusnya, yang mendapatkan upah di bawah standar regional.
Terlebih, dalam masa pandemi virus korona (covid-19) ini jutaan guru honorer tengah menghadapi situasi sulit akibat pendapatan yang tidak jelas. Mereka digaji sesuai jam pengajaran, tapi kini sudah tidak bisa hadir lagi di ruang kelas.