JAKARTA - Ppemerintah diingatkan agar tidak perlu terburu-buru menerapkan relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama pandemi COVID-19. Wacana relaksasi muncul dari semangat mencegah terjadinya pelambatan ekonomi masyarakat.
"Saya dapat memahami suasana kebatinan Menko Polhukam Mahfud MD yang mewacanakan perlunya relaksasi atau pelonggaran PSBB. Tentunya dengan tidak melanggar protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah. Dari awal, saya sudah ingatkan untuk mengkaji betul kebijakan yang diambil. Acuannya itu harus UU Kedaruratan Kesehatan, bukan yang lain. Tidak berbasiskan pada wilayah administratif pemerintahan, melainkan wilayah yang terdampak," ujar anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Arteria Dahlan di Jakarta, Selasa (5/5).
Politikus PDIP itu memilih mengambil sisi positif dari niat Menko Polhukam mengenai perencanaan relaksasi PSBB. "Saya berpendapat relaksasi atau pelonggaran PSBB dapat saja diterapkan. Tentunya dengan pengkajian dan pencermatan yang matang. Terutama di wilayah yang tidak terdampak atau sudah mengalami penurunan yang signifikan," tuturnya.
Namun, lanjutnya, tetap dalam koridor protokol kesehatan. Namun, keputusan tersebut tetap menjadi domain Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Dalam dalam hal ini adalah Menteri Kesehatan.
Meski demikian, Arteria menilai perlunya melihat wacana tersebut sebagai pengayaan. Sehingga harus dilakukan kajian dan pencermatan secara detail dan mendalam, serta tidak perlu terburu-buru memutuskan relaksasi atau pelonggaran PSBB. "Kita perlu juga mendengarkan para stakeholder yang selama ini bekerja keras dan luar biasa dalam melakukan pencegahan pandemik COVID-19 ini," tuturnya.
Mulai kepala gugus tugas di pusat, termasuk kepala daerah selaku kepala gugus tugas di provinsi, kabupaten/kota, aparat keamanan TNI-Polri, serta para penyelenggara jaring pengaman sosial yang masih bekerja saat ini. "Dengan tetap melihat kondisi obyektif tingkat penyebaran pandemik COVID-19 hingga saat ini," ucapnya.
Sebelumnya, dalam siaran langsung di akun instagramnya, Sabtu (2/5) lalu, Menko Polhukam Mahfud MD menyebutkan bahwa pemerintah tengah memikirkan adanya relaksasi PSBB. Ini sebagai tanggapan atas keluhan masyarakat yang tidak dapat melakukan aktivitas dengan bebas saat pemberlakuan PSBB. "Kita tahu bahwa ada keluhan sekarang ini sulit keluar, sulit berbelanja, dan sebagainya, sulit mencari nafkah dan sebagainya. Kita sedang memikirkan apa yang disebut relaksasi PSBB," ujar Mahfud.
Hal senada disampaikan Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan. Dia meminta pemerintah tidak terburu-buru membuat kebijakan merelaksasi atau melonggarkan aturan PSBB. "PAN mengimbau pemerintah agar tidak terburu-buru merelaksasi aturan PSBB. Sampai kita memiliki data yang komprehensif tentang dampak penyebaran COVID-19 secara nasional," kata Zulkifli di Jakarta, Selasa (5/5).
Dia menilai sebelum Indonesia memiliki data tersebut, keputusan yang dibuat hanya akan didasarkan asumsi dan estimasi lapangan yang belum lengkap secara akademis. Menurutnya, Indonesia wajib bersikap ekstra hati-hati. Karena risiko serangan gelombang kedua akan berakibat fatal bagi bangsa secara keseluruhan. "Kami minta hati-hati sebelum menerapkan relaksasi PSBB. Karena ada zona kuning menjadi merah," urainya. Dia menilai sebelum ditemukan vaksin, maka pembatasan fisik atau physical distancing harus tetap diterapkan.
Terpisah, anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade meminta pemerintah tegas untuk tidak mengubah-ubah aturan yang melarang masyarakat mudik selama masa darurat pandemik COVID-19. "Pemerintah tegas, tidak berubah-ubah peraturannya. Saya minta pimpinan dan Komisi yang membidangi, jangan lagi ada perubahan di saat sudah ada Permenhub Nomor 25 tahun 2020," tegas Andre di Jakarta, Selasa (5/5).
Dia mengungkapkan keresahan di masyarakat. Terutama ketika larangan mudik seperti ingin diubah-ubah dan tidak tegas diterapkan oleh pemerintah. Padahal sudah ada larangan terbang. Kecuali perjalanan VVIP. Namun masyarakat khawatir nanti akan ada perubahan-perubahan lainnya untuk mengakomodir kepentingan-kepentingan pihak tertentu.
Dia mengingatkan agar jangan pula karena ada unsur kedekatan dengan pihak tertentu, lantas membuat pemerintah mengubah-ubah aturan untuk membuat celah melakukan mudik atau pergi dengan pesawat terbang. "Karena dekat dengan si ini, dekat dengan si itu, peraturan diubah. Harapan kami tentu ini butuh ketegasan dari pemerintah. Kami juga harapkan pimpinan DPR mengingatkan pemerintah untuk tetap konsisten melarang terbang dan melarang mudik," ucap Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra itu.(rh/fin)