Perppu COVID-19 Jadi UU

fin.co.id - 06/05/2020, 04:33 WIB

Perppu COVID-19 Jadi UU

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menerima dan menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 untuk penanganan COVID-19 ditetapkan menjadi undang-undang (UU). Persetujuan itu diketok palu oleh Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah dalam rapat kerja secara virtual dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta, Senin (4/5) malam.

Mayoritas fraksi menerima dan menyetujui. Yaitu PDIP, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Amanat Nasional (PAN) dan PPP. Hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak Perppu tersebut. PKS menyoroti sejumlah hal. Di antaranya terkait program pemulihan ekonomi nasional dan batasan defisit yang bisa melebihi tiga persen.

Selanjutnya, hasil keputusan ini akan dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi UU sebelum masa sidang berakhir pada 12 Mei 2020. Melalui Perppu ini, pemerintah menambah belanja dan pembiayaan penanganan COVID-19 sebesar Rp405,1 triliun. Ssehingga terjadi defisit dalam APBN 2020 menjadi 5,07 persen.

Adapun rincian alokasi belanja itu yakni dukungan anggaran kesehatan sebesar Rp75 triliun, perluasan jaring pengaman sosial Rp110 triliun dan dukungan bagi dunia usaha dan industri sebesar Rp70,1 triliun. Pemerintah juga memberikan dukungan pembiayaan untuk pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp150 triliun. Dalam Perppu itu, Bank Indonesia (BI) juga diberikan kewenangan untuk membeli surat utang yang diterbitkan pemerintah di pasar perdana.

Menanggapi hal itu, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR-RI Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas menilai penyelamatan nyawa dan kesehatan rakyat dari ancaman COVID-19 serta pemulihkan perekonomian nasional harus menjadi prioritas pemerintah. "Meminta pemerintah perlu membuat aturan khusus sebagi dasar hukum dalam kondisi darurat. Dengan tujuan agar tugas Pemerintah bukan hanya efektif. Tetapi juga sah secara hukum," ujar Ibas di Jakarta, Selasa (5/5).

Menurut dia, Perppu Nomor 1 tahun 2020 memiliki cakupan luas dan materi yang tidak satu rumpun. Hal itu terlihat jelas. Karena Perppu tersebut menggabungkan aturan pembiayaan penanganan dampak COVID-19 dengan aturan penanggulangan stabilitas sistem keuangan yang esensi aturannya berbeda. "Karena lebih tepat jika Perppu yang diterbitkan tidak terkesan sapu jagat. Karena akan lebih tepat jika diterbitkan dalam 2 atau 3 Perppu. Salah satu Perppu yang pernah direkomendasikan FPD adalah agar pemerintah mengajukan APBN-Perubahan (APBN-P) 2020 dalam bentuk Perppu," paparnya.

Menurutnya, Fraksi Partai Demokrat menyampaikan bahwa dalam Pasal 2 Ayat 1 diatur dan ditentukan fleksibilitas defisit anggaran di atas 3 persen dari PDB sampai dengan tahun 2022. Artinya pemerintah bisa menetapkan angka defisit anggaran sebesar apapun tanpa dibatasi. Karena itu Demokrat menyarankan agar besarnya defisit ini benar-benar sebatas yang diperlukan dan alokasi anggarannya benar-benar mengarah pada penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi yang merosot akibat pandemi COVID-19.

"Saran konkret FPD dalam hal ini antara lain pemerintah harus lebih fokus pada program dan stimulus yang menghasilkan multiplier effect langsung terhadap ekonomi masyarakat. Kelompok kelompok masyarakat miskin. Termasuk yang kehilangan pekerjaan merupakan pihak paling rentan dan harus diprioritaskan," ucap Ibas.

Termasuk penyempurnaan mekanisme dan administrasi data bantuan sosial (bansos), BLT, PKH, dan skema jaring pengaman sosial lainnya. Semuanya harus tepat sasaran dan tidak terjadi tumpang tindih. "Relokasi anggaran baik pusat maupun daerah harus benar-benar tepat. Kami juga sarankan penundaan jika perlu. Pembatalan proyek-proyek pembangunan beranggaran besar. Termasuk proyek infrastruktur yang bukan prioritas. Sekarang selamatkan terlebih dahulu nyawa manusia. Nanti kita lanjutkan lagi pembangunan yang serba benda," pungkasnya.

Terpisah, Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan menilai Perppu nomor 1 tahun 2020 tentang tentang dibutuhkan sebagai payung hukum mengatasi dampak pandemi COVID-19. "PAN menyetujui Perppu tersebut dengan catatan yang perlu untuk kita lakukan," kata Zulkifli di Jakarta, Selasa (5/5).

Dia mengatakan telah menjalin komunikasi dengan semua pihak termasuk masyarakat sebelum mengambil keputusan menyetujui Perppu tersebut. Menurut dia, masyarakat yang terdampak langsung COVID-19 sudah tidak bisa menunggu lagi bantuan sosial, relaksasi UMKM, bantuan cicilan motor, dan bantuan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). "Sebelum Perppu ditandatangani, belum ada kementerian yang berani ambil keputusan untuk penanganan COVID-19, disamping dana memang belum tersedia," imbuhnya.

Wakil Ketua MPR RI itu menjelaskan ada yang tidak setuju Perppu disahkan menjadi UU, apakah rakyat harus dibiarkan menunggu dalam keadaan genting seperti saat ini. "PAN tidak mau egois pada masalah sosial yang timbul akibat dampak COVID-19. Ssehingga PAN setuju Perppu nomor 1 tahun 2020 tersebut menjadi UU. Kami mengutamakan kepentingan bangsa yang besar," urainya.(rh/fin)

Admin
Penulis