e-Voting Belum Siap

fin.co.id - 30/04/2020, 09:52 WIB

e-Voting Belum Siap

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Di tengah maraknya penyebaran pandemi virus Corona, usulan melakukan e-voting (elektronik voting/pemungutan suara secara elektronik) untuk Pilkada 2020 pun mengemuka. Namun melihat situasi saat ini, Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin menyatakan, Indonesia masih belum siap.

Pasalnya, banyak hal ikut menyesuaikan dan diubah terkait e-voting tersebut. Afif menyampaikan perlu ada perubahan regulasi atau aturan. Baik berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), Undang-Undang, dan peraturan lainnya yang mengharuskan persiapan yang matang. “Secara normatif banyak yang kita ubah dari aturan kalau pakai 'e-voting'. Saya kira kalau pelaksanaan Pilkada ini masih belum ya," tutur Afif di Jakarta, Rabu (29/4).

Menurutnya, perlu ada pengkajian lebih banyak lagi terhadap pengadaan e-voting di Indonesia. Karena beberapa negara pun yang telah menerapkannya banyak yang kembali ke cara konvensional. Terlebih aturan terkait pihak yang mengawasi jika e-voting diterapkan baginya perlu disiapkan.

Apabila memang akan diwujudkan, Afif melihat penyediaan alat, anggaran, dan juga sumber daya manusia perlu menjadi perhatian. Meski begitu, dia mengingatkan, e-rekap (elektronik rekapitulasi) yang kemungkinan bisa diaplikasikan pada Pilkada 2020.

Senada dengan Afif, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Saan Mustopa pun setuju e-voting belum dapat diterapkan di Indonesia. Secara bertahap, dirinya meminta semua pihak fokus terhadap e-rekap yang jauh lebih bisa diterapkan karena sudah dirancang KPU. "Belum memungkinkan (e-voting). Sekarang lebih merancang ke e-rekap untuk Pemilu 2024 atau Pilkada 2020. Jadi kalaupun ada masalah nanti tetap masih bisa manual," ungkap Saan di Jakarta, Rabu (29/4).

Sementara itu, Ketua Bawaslu Abhan mengungkapkan ada dua syarat utama yang harus terpenuhi agar penundaan Pilkada 2020 bisa berlangsung tak sampai tiga bulan. Atau pemungutan suara pada 9 Desember 2020 dari sebelumnya 23 September 2020.

Menurutnya, dua syarat tersebut adalah musibah pandemi COVID-19 harus benar-benar sudah reda paling lama akhir Mei. Satu lagi, terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Perppu) paling lambat akhir April 2020.

“Dua syarat penting yang harus terpenuhi jika pilkada tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020. Pertama bangsa kita benar-benar sudah bersih dari virus Ccorona. Kedua terbitnya Perppu karena tidak mungkin pilkada dipaksakan digelar tanpa dasar hukum yang kuat dan di tengah musibah virus Corona,” ujar Abhan.

Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat/Rapat Kerja Komisi II DPR medio April lalu, tercapai kesepakatan dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menetapkan pelaksaanaan pemungutan suara berlangsung 9 Desember 2020. Hal ini merupakan salah satu opsi yang ditawarkan KPU.

Abhan mengatakan, penundaan Pilkada 2020 membuat terhentinya empat tahapan pilkada yang sedang berlangsung dan tersusun. Keempat tahapan tersebut, yaitu: pelantikan dan masa kerja panitia pemungutan suara (PPS), verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, pembentukan petugas panitia pemutakhiran data pemilih (PPDP), pelaksanaan pencocokan dan penelitian (coklit), dan pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih. “Ada empat tahapan tertunda. Kapan tahapan ini dimulai kembali? Tentu jika kedua syarat tersebut terpenuhi,” tegasnya.

Selain itu, dia mengkhawatirkan makin banyaknya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Khususnya dari calon petahana apabila pemungutan suara pada 9 Desember 2020. Dia beralasan, waktu yang belum terpaut lama dengan musibah pandemi COVID covid-19 membuat calon petahana bisa memanfaatkan kampanye terselubungan dengan program bantuan sosial.

“Abuse of power dari petahana yang kita tidak inginkan. Bisa saja kampanye dibungkus dalam aksi-aksi kemanusian dari pemda. Misalnya membagikan bahan sembako, alat kesehatan atau hal lainnya yang dibutuhkan masyarakat saat pandemi COVID-19,” imbuhnya.

Abhan mengungkapkan, dalam situasi musibah Corona, penyalahgunaan wewenang akan banyak hal terjadi di lapangan. "Sulit membedakan kegiatan kemanusiaan murni atau kegiatan kampanye yang kebetulan berasal dari petahana," pungkasnya. (khf/fin/rh)

Admin
Penulis