Tak Ada Ampun Bagi Napi Asimilasi

fin.co.id - 22/04/2020, 11:14 WIB

Tak Ada Ampun Bagi Napi Asimilasi

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

"Bagi orang-orang yang melakukan kejahatan berikutnya ini, diberikan tuntutan semaksimal mungkin dan diberi aspek Pemberatan. Itu yang bisa diatur oleh hukum yang disediakan," ujarnya.

Choirul juga meminta Kementerian Hukum dan HAM mencabut hak asimilasi dan integrasi napi tersebut.

Selain itu, Choirul juga menekankan tentang pentingnya pengawasan. Menurutnya, pengawasan yang dilakukan Kemenkumham melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan saat ini tak maksimal.

"Sebenarnya pengawasan ada, tapi karena situasi seperti sekarang ini maka pengawasannya tidak maksimal," katanya.

Karenanya, dia mendorong adanya mekanisme pengawasan yang melibatkan struktur pemerintahan hingga tingkat kelurahan, RT, dan RW.

"Mereka bisa diberdayakan untuk melakukan pengawasan, karena memang statusnya bukan dibebaskan, tapi dalam program asimilasi dan bebas bersyarat, yang artinya kontrol masih ada, tinggal pengawasannya. Apalagi kebijakan secara umum adalah tinggal di rumah, tidak keluyuran. Nah jantung pengawas itu di struktur pemerintahan yang paling bawah," terangnya.

Meski demikian ada beberapa napi asimilasi berulah, pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah meminta agar Kemenkumham tetap melanjutkan program pembebasan melalui asimilasi.

Menurutnya, kejahatan yang selama ini terjadi tidak bisa dikaitkan dengan pembebasan 38.822 napi melalui program asimilasi.

"Kejahatan memang ada, namun tidak bisa dikaitkan dengan program asimilasi, apalagi kejahatan yang selama ini terjadi tidak sampai satu persen dan tidak tercipta dari para narapidana yang mendapat pembebasan lebih dulu," ujarnya.

Meski para napi tidak dibebaskan pun, menurutnya, kejahatan sudah ada di sekitar masyarakat. Karenanya persoalan harus dipisahkan antara penegakan hukum atau law enforcement dengan kriminalitas. Terlebih, tinggi rendahnya tingkat kejahatan biasanya juga dipengaruhi faktor kemiskinan.

"Apalagi di tengah pandemik COVID-19 ini, banyak orang di PHK, dirumahkan, belum lagi terdampak lain seperti fakir miskin, berpenghasilan rendah, masyarakat rentan, semua terdampak," terangnya.

Meski demikian, Trubus menyarankan agar dilakukan evaluasi dan pemilihan siapa saja narapidana yang seharusnya bisa keluar. Bahkan, perlu juga dilakukan mapping dan klasifikasi untuk narapidana yang mendapatkan program asimilasi.

"Jadi dipetakan, penjahat kambuhan jangan, kalau yang umum sudah menyadari ya sudah, karena sanksi sosial yang diterima juga sudah berat, jadi cukup masyarakat saja yang memberikan sanksi," tuturnya.(gw/fin)

Admin
Penulis