Namun kata Idris untuk menerapkan opsi lokal lockdown memang kewenangan pemerintah pusat. Wali Kota mengatakan dengan melihat perkembangan penyebaran Covid-19 demikian masif di Kota Depok saat ini sudah seharusnya dilaksanakan karantina wilayah di Jabodetabek.
Idris mengatakan pihaknya telah melakukan langkah-langkah taktis yang dilakukan Gugus Tugas di antarannya koordinasi pusat dan provinsi yang dilakukan secara langsung, penanganan kasus sesuai protokol, tracking pada orang-orang yang kontak erat dan penanganan area sekitar.
”Pengawasan intensif bagi orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP) dan terkonfirmasi positif yang melakukan isolasi mandiri, penyemprotan disinsfektan, sosialisasi secara masif, menggerakkan relawan dan banyak lagi aktifitas gugus tugas yang dilakukan,” katanya.
Idris memahami banyaknya keluhan yang disampaikan, hal ini mengingat pandemik Covid-19 ini demikian masif sedangkan peralatan sulit diperoleh terutama APD, disamping itu fasilitas kesehatan yang menangani Covid-19 saat ini kondisinya rata-rata sangat terbatas. ”Kita sudah merencanakan rumah sakit yang didedikasikan untuk Covid-19 yaitu Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) yang saat ini sedang dipersiapkan.
Selain itu juga kita rencanakan Rumah Sakit Lapang di area RSUD hingga alternatif menyiapkan ruang sekolah yang akan didedikasikan sebagai tempat penanganan kasus ringan Covid-19,” ujar dia. Dengan Rumah Sakit di Wisma Atlit, dilakukan koordinasi intensif untuk penanganan kasus Covid-19 dari Kota Depok, jelasnya.
Sementara, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid meminta pemerintah mengikuti saran Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk fokus dan memprioritaskan penanganan pandemi Covid-19 dengan kebijakan yang efektif dan realokasi anggaran secara cepat.
Hidayat melalui pernyataan tertulis di Jakarta, Minggu, mengapresiasi langkah MUI dan organisasi keagamaan lainnya yang dalam beberapa waktu terakhir telah memfatwakan dan mengimbau umat masing-masing agar berperan dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dengan beribadah di rumah.
Namun, ia mendesak pemerintah agar menindaklanjuti upaya dari berbagai organisasi keagamaan tersebut. ”Tidak efektif jika MUI dan yang lainnya sudah mengeluarkan fatwa atau panduan untuk fokus beribadah di rumah, sedangkan pemerintah tidak fokus membuat kebijakan yang efektif untuk mengatasi masalah Covid-19, yang oleh pemerintah dinyatakan sebagai bencana nasional non-alam,” katanya.
Oleh karena itu, Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut menyarankan pemerintah segera mengikuti saran MUI agar memprioritaskan dan fokus mengatasi pandemi Covid-19, dan tidak membahas program-program tidak prioritas seperti pembangunan atau pemindahan ibu kota.
”Baik para pemuka agama maupun pemerintah daerah sudah berupaya sekuat tenaga mencegah dampak terburuk dari Covid-19. Maka, supaya segala upaya itu efektif dan tidak sia-sia, agar pemerintah segera lakukan 'lockdown' total ataupun lokal sesuai pertimbangan para ahli,” katanya.
[caption id="attachment_447599" align="alignleft" width="696"]
Foto : Iwan tri wahyudi/ FAJAR INDONESIA NETWORK[/caption]
Anggaran untuk hal yang tidak penting, kata dia, seperti anggaran kementerian untuk kunjungan dinas yang tidak mendesak, sebagaimana pernah disebut Presiden Jokowi, agar segera direalokasi untuk fokus mengatasi pandemi Covid-19 dengan segera mengajukan perubahan APBN ke DPR.
Demikian juga proyek ibu kota baru yang tidak ada dalam janji kampanye, agar tidak mengalahkan fokus pemerintah dan APBN untuk menyelamatkan rakyat dan NKRI dari Covid-19. ”Bila memang ada anggaran-anggaran tersebut, agar direalokasi untuk fokus menopang kesehatan dan kesejahteraan rakyat selama bencana nasional Covid-19 ini,” kata Hidayat.
Selain itu, Hidayat juga mengajak seluruh organisasi keagamaan agar meningkatkan upaya-upaya yang lebih efektif dalam membimbing umat beragama di tengah merebaknya wabah Covid-19. Menurut dia, hal itu penting karena masih ada umat beragama yang belum melaksanakan fatwa atau arahan pimpinan umat beragama terkait penyikapan terhadap masalah Covid-19.
Terpisah, Pengamat Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia Makassar Fahri Bachmid menyatakan kepala daerah tidak berwenang menetapkan opsi karantina atau lockdown terkait dengan pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) secara sepihak karena tidak sejalan dengan undang-undang.