"Di Pengadilan tidak ada yang bisa kerja di rumah 'full' tanpa masuk kantor, karena berhubungan dengan persidangan, bisanya hanya mempercepat sidang denga menunda agar mengurangi kerumunan, setelah itu baru bisa kerja di rumah seperti buat Berita Acara atau membuat Putusan bagi Hakim," kata Guntur.
Bobby Mokoginta, Jaksa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mengatakan kebijakan menunda sejumlah persidangan adalah hasil koordinasi antara Pengadilan dengan Kejaksaan dan Rutan.
Namun, sidang tetap akan dilaksanakan terhadap perkara yang sudah tidak bisa ditunda. Misalnya masa tahanan sudah mau habis atau bukti yang hanya dapat dihadirkan pada hari tersebut, seperti saksi yang dari luar kota yang telah dipanggil maka tidak boleh ditunda.
"Biasanya yang ditunda itu perkara yang masa tahanan masih lama, kalau yang sudah mau habis maka tetap akan sidang," katanya.
Meski demikian, anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Andi Asrun menyebut langkah pengadilan-pengadilan di bawah MA dalam mengatisipasi penyebaran COVID-19 masih sangat minim.
BACA JUGA: Libur, Siswa Diberi Tugas via Aplikasi Online
"Saya prihatin dengan manajemen pengadilan dengan tingkat antisipasi penyebaran virus corona terbilang rendah karena tidak ada tindakan pengukuran suhu tubuh dan pembersih tangan di pintu masuk gedung pengadilan," ujarnya.Padahal banyak orang yang berurusan dengan pengadilan dengan beragam kepentingan dan durasi waktu yang cukup lama. Ini sangat berisiko jika sistem keamanan pencegahan penyebaran COVID-19 tak maksimal.
Untuk itu, dia meminta MA memerintahkan pengadilan yang ada di bawahnya serta Mahkamah Agung sendiri untuk menghentikan sementara pelayanan publik dan persidangan.
"Tidak ada seorang pun dapat menjamin penyebaran COVID-19 tidak terjadi di wilayah gedung pengadilan dan ruang-ruang sidang," terangnya.(gw/fin)