Kritik Pedas Buat Polisi yang Jadikan Korban Begal Tersangka, Pakar Hukum Pidana: Penyidik Kurang Teliti

Kritik Pedas Buat Polisi yang Jadikan Korban Begal Tersangka, Pakar Hukum Pidana: Penyidik Kurang Teliti

Pria berinisial S yang menjadi korban begal ditetapkan sebagai tersangka karena membunuh dua dari empat orang yang membegalnya-ist-radarlombok.co.id

MATARAM, FIN.CO.ID - Kritik pedas dilayangkan pakar hukum pidana terhadap polisi yang menjadikan korban begal tersangka.

Penyidik kurang teliti dalam mengumpulkan bukti.

Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra mengatakan Amaq Sinta yang menewaskan dua begal di Lombok Tengah, tidak bisa dilabeli tersangka dan dikenakan pasal pidana.

(BACA JUGA:Lawan Jika Bertemu Begal, Pakar Hukum: Polisi Harusnya Beri Penghargaan yang Melawan Begal, Jangan Dibalik)

"Terkait tindakan korban begal yang menewaskan dua pelaku begal demi pembelaan dirinya atas penggeroyokan komplotan begal yang dilakukan seketika oleh para begal maka tidak patut dilabelin Tersangka," katanya, Jumat, 15 April 2022 malam.

Hal itu, mengingat perbuatan atau keadaannya bukanlah sebagai pelaku tindak pidana.

Penyidik dalam kasus ini kurang teliti dalam memetakan dan mencari termasuk mengumpulkan bukti. Kalau penyidik teliti dan cermat semestinya akan membuat terang dan jelas atas peristiwa pidana ini, sehingga tidak menimbulkan dialektika publik seperti saat ini.

(BACA JUGA:Kabareskrim Bicara Kasus Korban Begal Jadi Tersangka di Lombok Tengah: Gelar Perkara Harus...)

Karenanya mengacu Pasal 49 KUHP menyebutkan orang yang melakukan pembelaan darurat, sekaligus sebagai upaya dari dirinya yang tidak dapat dihindarinya atas sebuah keadaan yang terpaksa.

Sehingga berdasarkan perintah pasal ini dan fakta yang ada, maka perbuatan ini semestinya penyidik sejak awal menjadi pengecualian. Dan harus dihentikan demi hukum.

Sebab tindakannya ini tidak dapat dihukum bukan pula melabeli status tersangka.

Adapun payung hukum yang dapat digunakan penyidik Pasal 7 huruf i KUHAP dan Pasal 109 KUHAP, yang memberikan kewenangan pada penyidik untuk menghentikan penyidikan.

Jadi tidak perlu perkara dengan karakteristik seperti ini, bagi korban begal yang membela diri ditahan apalagi sampai tahap pengadilan, ini tidak efektif.

Apalagi bukti dan fakta ini secara umum dapat dibayangkan dan sudah diketahui penyidik, bahwa ini adalah daya paksa absolut mengingat ia tidak dapat berbuat lain, dan ini sudah tergambar pada posisi kasus dan hasil pemeriksaan polisi yang telah clear, bahwa ia adalah korban begal dan demi membela diri.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Gatot Wahyu

Tentang Penulis

Sumber: antara