Lawan Jika Bertemu Begal, Pakar Hukum: Polisi Harusnya Beri Penghargaan yang Melawan Begal, Jangan Dibalik

Lawan Jika Bertemu Begal, Pakar Hukum: Polisi Harusnya Beri Penghargaan yang Melawan Begal, Jangan Dibalik

Pria berinisial S yang menjadi korban begal ditetapkan sebagai tersangka karena membunuh dua dari empat orang yang membegalnya-ist-radarlombok.co.id

PURWOKERTO, FIN.CO.ID - Menghadapi begal, masyarakat diminta jangan takut. Lawan, sebab kejahatan tak boleh dibiarkan.

Jangan sampai kasus korban begal yang dijadikan tersangka oleh polisi membuat masyarakat terbebani. Padahal harusnya polisi memberi penghargaan pada yang mampu melumpuhkan begal.

Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Profesor Hibnu Nugroho mengatakan hal tersebut.

(BACA JUGA:Polda NTB Ambil Alih Kasus Korban Begal Jadi Tersangka)

Masyarakat harus berani melawan jika bertemu begal di jalan.

"Kalau ada begal, lawan, karena itu bagian mempertahankan hak diri, hak atas kesopanan, dan hak untuk hidup. Kita jangan membiarkan orang melakukan kejahatan yang akan mengganggu ketenteraman," katanya, Jumat, 15 April 2022.

Polisi juga harus dapat memetakan wilayah rawan, sehingga masyarakat merasa nyaman. Dan masyarakat juga harus bisa mempersempit ruang gerak begal dengan cara melawan.

(BACA JUGA:Kabareskrim Bicara Kasus Korban Begal Jadi Tersangka di Lombok Tengah: Gelar Perkara Harus...)

Dijelaskannya, melawan dalam keadaan tersebut dapat berarti menghindar dengan tidak menyerang, kemudian memberikannya kepada penegak hukum.

"Kalau perlu, orang yang melawan begal mendapatkan penghargaan dari polisi, jangan dibalik-balik," katanya.

Dia menyoroti kasus yang dihadapi Murtede alias Amaq Sinta (34), warga Dusun Matek Maling, Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, yang sempat ditahan oleh penyidik polres setempat setelah menjadi tersangka karena membunuh dua begal dan melukai dua begal yang lain.

Terhadap perkara tersebut, harus dikaji dari segi ilmu pengungkapan perkara, yaitu ilmu forensik.

Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu menyebutkan ilmu forensik terdiri atas tiga indikator, yakni barang bukti, tempat kejadian perkara (TKP), dan menentukan pelakunya.

"Nah, dalam barang bukti dan TKP ini harus dilihat apakah ini dalam keadaan suatu kejahatan dengan tidak ada keseimbangan, apakah ada sebab-sebab terjadinya kejahatan. Dalam hal ini akan dilihat kalau perbuatan itu ada keadaan terpaksa, sesuai dengan Pasal 49 Ayat (2) KUHP, orang yang bersangkutan harus dibebaskan," katanya.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Gatot Wahyu

Tentang Penulis

Sumber: