BPJS Jadi Syarat Bikin SIM Hingga Jual Beli Tanah, Fadli Zon Bilang Sangat Gegabah

BPJS Jadi Syarat Bikin SIM Hingga Jual Beli Tanah, Fadli Zon Bilang Sangat Gegabah

Fadli Zon Kritik Kebijakan Baru Menag Yaqut Terkait Suara Toa Masjid--Instagram/@fadlizon

JAKARTA, FIN.CO.ID - BPJS Kesehatan sebagai syarat wajib dalam mengurus sejumlah pelayanan publik, seperti SIM dan SKCK, pengurusan STNK, izin usaha, jual beli tanah, naik haji, umrah, hingga keimigrasian ditanggapi Fadli Zon.

Fadli Zon yang juga Anggota Komisi I DPR RI ini menilai Inpres Nomor 1 Tahun 2022 yang menjadikan BPJS jadi syarat wajib pembuatan SIM, SKCK hingga naik haji tidak mengikat bagi seluruh masyarakat.  

Inpres tersebut ditujukan ke beberapa kementerian, kepolisian hingga kepala daerah tingkat I dan II secara vertikal, termasuk yang menjadi mitra Komisi I DPR RI seperti Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. 

(BACA JUGA:Sirkuit Formula E Pakai Bambu, Wagub Riza: Supaya Kuat Ada yang Perlu Menggunakan Bambu )

“Menurut saya, Inpres tersebut memang disusun sangat gegabah, karena mengabaikan banyak sekali aspek, mulai dari soal filosofi, keadilan, kepantasan, serta prinsip pelayanan publik itu sendiri,” jelas Fadli Zon, dilansir laman resmi DPR, Senin, 28 Februari 2022. 

Politikus Partai Gerindra ini memiliki beberapa catatan mengenai Inpres yang dinilai kurang patut tersebut. 

Pertama, pelayanan kesehatan serta layanan publik lainnya, terutama yang bersifat dasar, pada prinsipnya adalah hak rakyat, yang seharusnya dilindungi oleh negara. 

(BACA JUGA:Survei SMRC: Ganjar di Puncak, Anies dan Prabowo Keok)

Sehingga, tambah Fadli Zon, negara tak boleh memposisikan hak tadi seolah-olah adalah kewajiban.

“Apalagi, hak rakyat dalam satu bidang kehidupan, dalam hal ini kesehatan, kemudian hendak dijadikan penghalang bagi hak dalam bidang kehidupan lainnya. Dari sudut filosofi pelayanan publik, ini jelas keliru,” jelasnya. 

Kedua, dari sisi tata peraturan perundang-undangan, Inpres itu kedudukannya tak bisa mengikat umum (semua orang, atau setiap orang). 

Kedudukan Inpres hanya bersifat mengikat ke dalam para pejabat pemerintah di bawah presiden. 

Selain itu, Inpres juga seharusnya tidak memasukkan muatan yang bersifat pengaturan di dalamnya dan sedapat mungkin tidak menimbulkan efek pengaturan terhadap masyarakat, karena presiden telah diberi kewenangan lain untuk menetapkan peraturan, yaitu berupa Peraturan Presiden.

Kata Fadli Zon, dengan demikian Inpres bukanlah bagian dari peraturan perundangan atau peraturan kebijakan. 

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Khanif Lutfi

Tentang Penulis

Sumber: