JAKARTA, FIN.CO.ID - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo mengatakan sedikitnya ada tiga indikasi tindak pidana dalam temuan kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin di Desa Raja Tengah Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Ia menyebut, indikasi tindak pidana yang pertama yaitu menghilangkan kemerdekaan seseorang. Hal itu bisa disebutnya sebagai dugaan penyekapan.
"Pertama, dugaan tindak pidana menghilangkan kemerdekaan orang atau beberapa orang. Ini bisa kita sebut penyekapan," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo di Jakarta, Senin, 31 Januari 2022.
(BACA JUGA: Temuan LPSK Soal Kerangkeng Manusia Bupati Langkat: Tidak Ada Rehabilitasi, Ibadah Dibatasi)
Indikasi pidana kedua yaitu dugaan perdagangan orang. Hal itu ditemukan berdasarkan pendalaman yang dilakukan LPSK secara langsung ke lokasi kerangkeng berada.
Hal tersebut berkaitan dengan pendayagunaan orang-orang yang ada atau menghuni kerangkeng tersebut. Mereka diperkerjakan di kebun sawit yang diduga milik dari Bupati Langkat nonaktif.
LPSK juga menduga para korban diperkerjakan secara paksa dan tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
(BACA JUGA: Penjelasan Terbit Rencana Perangin Angin Soal Kerangkeng Manusia, Begini Katanya)
Terakhir, LPSK menduga kerangkeng tersebut adalah panti rehabilitasi ilegal. Hal itu diperkuat pernyataan Badan Narkotika Nasional (BNN) setempat yang menyatakan tempat tersebut bukan panti rehabilitasi sah.
Ia mengatakan dari pemberitaan yang sudah tersebar luas, LPSK melihat kerangkeng itu tidak memenuhi standar pusat rehabilitasi atau penjara sekalipun. Terlebih dalam situasi pandemi COVID-19 seperti saat ini yang mengharuskan seseorang menjaga jarak.
"Sebagai contoh fasilitas sanitasi sangat buruk," kata dia.