Antisipasi Perang AS-Iran, Menteri Sri Mulyani Jaga APBN

Antisipasi Perang AS-Iran, Menteri Sri Mulyani Jaga APBN

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani menyatakan akan menjaga APBN untuk menantisipasi bila terjadi perang dunia atau world war 3 bergulir antara Amerika Serikat (AS) dan Iran. Dengan menjaga APBN, bendahara negara itu meyakini ekonomi nasional akan tetap stabil. Hal itu seperti dilakukan saat krisis moneter pada tahun 2018 silam. "Kita selalu menjaga APBN, sama seperti waktu 2018 itu juga ada gejolak yang cukup tinggi, tahun 2019 juga gejolak tinggi. Kita akan jaga, selama APBN tetap menjalankan fungsi sebagai instrumen yang efektif dan kredibel," kata Sri Mulyani ditemui di Jakarta, Selasa (7/1). Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menambahkan, pihaknya akan memantau kejadian eksternal lainnya yang memberikan dampak pada perekonomian nasional. Pihaknya juga belum menghitung berapa besaran kerugian yang diakibatkan bila terjadi perang dunia ketiga. "Kita akan lihat terus, ini kan Januari baru tujuh hari," ucap dia. Saat ini, pihaknya masih memantau seperti pergerakan harga minyak dunia yang terus melonjak. Pemerintah sendiri telah menepatkan harga minyak USD65 per barel di APBN 2020. "Kita masih memantau pergerakannnya. Seperti kurs kita bagaimana, lifting kita nanti seperti apa. Semuanya kita perhatikan terus," tutur dia. Kemenkeu sendiri setiap selalu memberikan laporan APBN secara lengkap dan transparan. "Nanti (setiap bulannya) kita akan sampaikan berapa yang terkumpul, berapa pergerakan harga minyak, berapa lifting terakhir," kata dia. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, dampak perang dagang dunia ketiga akan berdampak pada negara berkembang seperti Indonesia. "Perang dagang AS dan Iran akan menyebabkan kenaikan harga minyak sehingga berdampak pada Indonesia. Di sisi lain akan menguatkan ketidakpastian global," kata dia. Sebagai antisipasi, saran Bhima pemerintah menguatkan daya beli masyarakat dengan menjaga stimulus fiskal, terutama kepada masyarakat rentan miskin dan miskin. Sementara itu, Direktur Riset Centre of Reformon Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah menilai, bila tensi kedua negara itu memanas bakal menahan laju aliran modal asing masuk ke Indonesia. Nah, akan berdampak pada laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan kondisi rupiah. "Ketegangan ini juga bisa berdampak ke perekonomian melalui jalur perdagangan misalnya dengan kenaikan harga minyak," kata Piter. Tentunya, harapan Piter kedua negara bisa menyelesaikan persoalan seara jalur damai. Sehingga tidak menyebabkan ketidakpastian global. "Tentunya kita berharap kedua pihak bisa menahan diri. Kalau itu yang terjadi pasar keuangan global akan aman demikian juga dengan IHSG dan rupiah," tukas dia.(din/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: