OTT KPK, Integritas SDM Penyidik

OTT KPK, Integritas SDM Penyidik

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah kepemimpinan Firli Bahuri cs melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Kali ini, OTT digelar di Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (7/1) malam dan Jakarta, Rabu (8/1) siang. Mereka yang terjaring OTT adalah Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah dan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Mereka digelandang oleh Tim Satgas KPK. KPK pun mendapat apresiasi dari banyak pihak lantaran kembali melaksanakan giat senyap setelah puasa OTT lebih dari dua bulan. Terakhir kali, lembaga antirasuah meng-OTT penyelenggara negara 82 hari yang lalu, atau sebelum Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU KPK resmi berlaku pada 17 Oktober 2019. Apakah OTT ini dapat menjadi jawaban atas tudingan pelemahan yang dilakukan pemerintah dan DPR RI melalui UU KPK versi revisi? Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar mengatakan, sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki KPK berperan penting dalam OTT ini. Menurut dia, SDM KPK, khususnya penyidik, masih memiliki integritas yang tinggi meski sistem penindakannya telah berubah seiring berlakunya UU versi revisi. "Ini the man behind the gun pada level penyidik. Meskipun sistemnya kurang baik tapi karena SDM-nya berintegritas maka (OTT) akan tetap jalan," ujar Fickar kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Rabu (8/1). Kendati demikian, Fickar menilai akan lebih baik apabila UU KPK versi revisi yang mengatur fungsi penindakan komisi antirasuah, terutama OTT, dapat diperbaiki. Hal ini, kata dia, demi menjamin independensi KPK. Senada, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mempertanyakan OTT perdana yang dilakukan periode kepemimpinan Firli Bahuri cs. Ia menyangsikan OTT kali ini murni atas kontribusi komisioner KPK yang baru. Ia justru menduga, OTT terkait pengadaan barang dan jasa yang menjerat Bupati Sidoarjo tersebut telah direncanakan jauh-jauh hari sejak kepemimpinan Agus Rahardjo cs. "ICW sendiri tidak terlalu yakin tangkap tangan ini berhasil dilakukan atas kontribusi dari Pimpinan KPK baru," kata Kurnia. Kurnia menyatakan, OTT Bupati Sidoarjo juga tak serta merta memberikan kesimpulan bahwa Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU KPK efektif menjerat pelaku korupsi. Pasalnya, ia menyebut UU KPK versi revisi tersebut bakal memperlambat kinerja OTT KPK lantaran mengamanatkan pembentukan Dewan Pengawas (Dewas) yang bertugas memberikan izin tindakan pro justicia. "Sederhana saja, bagaimana mungkin tangkap tangan akan efektif jika penyadapan saja memerlukan waktu lama karena harus melalui izin Dewan Pengawas?" ucap Kurnia. Alih-alih memperkuat fungsi penindakan KPK, Kurnia menilai hadirnya Dewas justru akan memlerlambat fungsi penindakan KPK yang selama ini dikenal cepat, tepat, dan terbukti efektif menjerat ratusan pelaku korupsi di persidangan. Ia pun menyatakan, ICW meyakini KPK ke depan bakal banyak menghadapi gugatan praperadilan yang mempersoalkan proses penindakan berdasarkan UU KPK versi revisi. Kendati, Kurnia menyebut ICW tetap mengapresiasi kinerja penyelidik dan penyidik atas OTT tersebut. "Jika itu benar terjadi maka Presiden Joko Widodo dan DPR adalah pihak yang paling layak dipersalahkan atas kondisi tersebut," tegas Kurnia. Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata membenarkan OTT di Sidoarjo itu merupakan hasil penyelidikan KPK era kepemimpinan Agus Rahardjo cs. Ia mengakui, proses penyelidikan, termasuk penyadapan, telah dilakukan sejak lama. "Penyadapannya yang lama, sebelum pelantikan Dewan Pengawas itu kan informasi yang sebelumnya, sudah lama," ungkapnya. (riz/gm/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: