Belanja Negara Terbatas, Angka Kemiskinan Masih Tinggi

Belanja Negara Terbatas, Angka Kemiskinan Masih Tinggi

JAKARTA - Belanja negara sepanjang 2019 belum optimal atau belum mencapai 10 persen, sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi tertahan di level 5 prsen. Alhasil, belum bisa menyurutkan angka kemiskinan, ketimpangan sosial, dan pengangguran secara permanen. Direktur Riset CORE Indonesia, Pieter Abdullah mengatakan, untuk menekan angka kemiskinan harus ditopang dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas. Melansir data Kementerian Keuangan, realisasi belanja negara 2019 tumbuh sebesar 4,4 persen, jika dibandingkan dengan 2018. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan pada September 2019 mencapai 9,22 persen. Angka ini turun 0,19 persen poin terhadap Maret 2019 dan menurun 0,44 persen poin terhadap September 2018. Oleh karena itu, saran Piter, untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, maka perlu mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi sebesar 80 persen. Langkah kongkritnya, kata Piter, pemerintah harus mensinergikan kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil. Di sisi lain, terkait investasi mendapat tantangan dari keringnya likuiditas yang menyebabkan suku bunga tinggi. Selain itu, bantuan sosial juga tidak efektif untuk mengentaskan kemiskinan secara permanen. Sementara dana transfer daerah akan sangat bergantung pada kemampuan daerah untuk mengelola dana. “Sebagian besar dana transfer daerah tersebut untuk biaya operasional bayar gaji pegawai, bukan untuk program investasi yang benar-benar dirancang untuk meningkatkan produktivitasnya untuk mengentaskan kemiskinan, bahkan di sebagian daerah hanya mengendap di Badan Permusyawaratan Desa (BPD),” ujar Piter di Jakarta, kemarin (20/1). Sementara itu, Peneliti Indef, Bhima Yudhistira menilai penurunan angka kemiskinan belum memuaskan. Hal ini masih banyak persoalan yang belum diatasi pemerintah dengan baik. "Angka kemiskinan memang turun tapi jauh lebih lambat jika dihitung dalam lima tahun sebelumnya," kata Bhima. Bhima mengatakan, berdasarkan data BPS persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2019 sebesar 6,69 persen, turun menjadi 6,56 persen pada September 2019. Sedangkan penduduk miskin di perdesaan tercatat turun tipis dari 12,85 persen menjadi 12,60 persen di periode yang sama. Nah, dengan melihat data tersebut artinya belum banyak rakyat miskisn yang terangkat diatas garis kemiskinan. Ya, padahal pemerintah sudah menaikkan anggaran bantuan sosial (bansos). Adapun dana yang digelontorkan untuk bansos 2019 mencapai Rp100 triliun. Anggaran tersebut naik dibanding 2018 yang hanya berkisar Rp80 triliun. Sebelumnya pada 2017, dana bansos tercatat hanya Rp50 triliun. Bhima mencontohkan, angka kemiskinan di Papua dan Maluku tertinggi dibandingkan dengan wilayah lain. Menurutnya, tingginya persentase kemiskinan di kedua wilayah itu disebabkan terbatasnya ketersediaan lapangan kerja bagi penduduka lokal, dan juga kualitas pendidikan yang masih tertinggal jauh dibanding Jawa. Selain itu, gencarnya pembangunan infrastruktur selama ini tidak sejalan dengan pertumbuhhan dunia usaha, sehingga apa yang dilakukan pemerintah untuk mengentaskan kemiskian menjadi tidak efektif. Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani mengatakan, penurunan kemiskinan tidak terlepas dari belanja pemerintah yang memberikan perlindungan kepada masyarakat. Ini bisa dilihat dari realisasi belanja negara di 2019 mencapai Rp2.310,2 triliun atau tumbuh 4,4 persen dari realisasinya di 2018. Realisasi belanja pemerintah pusat tersebut meliputi Belanja K/L sebesar Rp876,4 triliun. Kinerja penyerapan belanja K/L yang cukup tinggi tersebut antara lain dipengaruhi oleh adanya tambahan belanja pegawai oleh kebijakan kenaikan gaji 5 persen dan kenaikan tunjangan kinerja beberapa K/L, kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan penambahan anggaran penanggulangan bencana. “Kebijakan kita akan terus mendorong dan menjadi counter cyclical yang efektif untuk menjaga momentum ekonomi dan menjaga stabilitas ekonomi, kebijakan fiskal tentu akan terus kita koordinasikan dengan kebijakan moneter bersama-sama untuk bisa menjaga perekonomian,” kata Sri Mulyani.(din/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: