Kini Giliran Istri Nurhadi Diburu

Kini Giliran Istri Nurhadi Diburu

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus melakukan upaya pencarian terhadap ketiga buronan perkara dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) 2011-2016. Mereka adalah eks Sekretaris MA Nurhadi, menantunya Rezky Herbiyono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto yang menjadi tersangka dalam perkara ini. Pelaksana Tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, selain ketiga buronan, pihaknya juga tengah mencari keberadaan istri Nurhadi, Tin Zuraida dan anaknya, Rizqi Aulia Rahmi yang tak lain merupakan istri Rezky Herbiyono. "Tentunya penyidik KPK tidak hanya mencari para DPO yang tiga tersangka NHD (Nurhadi), HS (Hiendra Soenjoto), dan RH (Rezky Herbiyono), tetapi juga istri para tersangka," ujar Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (9/3). Penyidik KPK diketahui pernah memanggil Tin Zuraida dan Rizqi sebanyak tiga kali guna dimintai keterangan sebagai saksi. Namun, keduanya selalu tak memenuhi panggilan atau bahkan mangkir. Untuk menelusuri keberadaan para tersangka beserta istrinya, Ali Fikri mengungkapkan, penyidik melakukan penggeledahan di salah satu villa yang diduga milik Nurhadi di kawasan Ciawi, Bogor. Lagi-lagi, diakui Ali Fikri, para buronan tak berada di lokasi tersebut. Alih-alih menemukan para tersangka, dikatakan Ali Fikri, penyidik justru mendapati sejumlah kendaraan bermotor mewah dari berbagai merek. Kendaraan mewah itu berupa belasan motor gede dan empat mobil mewah yang terparkir di dalam sebuah gudang di villa tersebut. "Saat ini penyidik masih di lokasi melakukan upaya-upaya penggeledahan tersebut. Nanti kami update perkembangannya seperti apa dan sikap penyidik seperti apa," ucap Ali Fikri. Ali Fikri mengatakan, upaya sementara dilakukan dengan memasang garis KPK pada kendaraan serta gudang tersebut. "Kami ulangi lagi bahwa terkait perkara tersangka NHD, penyidik akan terus melakukan pencarian, serius melakukan pencarian, dan upaya-upaya pencarian tersebut dengan melakukan penggeledahan dari mulai Surabaya, Tulungagung, Jakarta, dan hari ini di Ciawi," paparnya. Terpisah, sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan ketiga buronan terhadap KPK digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pasar Minggu, Jakarta. Sidang beragenda pembacaan gugatan itu mempersoalkan penyerahan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap Nurhadi cs yang disebut tak sesuai dengan KUHAP. Anggota Tim Kuasa Hukum Nurhadi cs Ignatius Supriyadi memaparkan, ketiga kliennya tidak menerima SPDP secara langsung dari KPK. Melainkan, melalui titipan. Menurut tim kuasa hukum, hal ini melanggar KUHAP. Dalam surat permohonan gugatan, Ignatius menyebutkan Rezky tak pernah menerima SPDP. Sedangkan, Nurhadi baru mengetahui adanya SPDP beratas nama dirinya jauh hari setelah diterbitkan pada 10 Desember 2019 lalu. "Karena termohon mengirimkannya (SPDP) dengan begitu saja ke rumah kosong di wilayah Mojokerto," kata Ignatius membacakan surat permohonan. Ignatius membeberkan, Nurhadi dan Rezky baru mengetahui statusnya sebagai tersangka dalam perkara ini berdasarkan informasi Hiendra Soenjoto, seorang saksi bernama Handoko Sutjitro, dan konferensi pers KPK. Sementara, SPDP atas nama Hiendra disebut tak langsung diserahkan kepada yang bersangkutan melainkan melalui pembantunya. Selain itu, tim kuasa hukum juga mempersoalkan penetapan tersangka yang hanya didasarkan pada laporan kejadian tindak pidana. Tanpa sama sekali memeriksa Nurhadi cs. "Penyidikan penetapan tersangka kepda Pak Nurhadi dan kawan-kawan itu hanya didasarkan pda laporan tindak pidana korupsi yang kita anggap laporan itu sama seperti laporan polisi, sehingga belum ada dilakukan prosss penyidikan. Oleh karena itu, ini tidak sesuai dengan hukum acara," ujar Ignatius. Tak hanya itu, kuasa hukum berpendapat uang sejumlah Rp33.334.995.000 yang ditransfer Hiendra kepada Rezky termasuk dalam hubungan keperdataan. Bukan tindak pidana korupsi. "Peristiwa-peristiwa yang disangkakan itu sebenarnya merupkan peristiwa perdata murni karena itu merupakan hbunngan hukum antara Rezky dengan pemohon 3 Pak Hiendra Soenjoto," kata Ignatius. Sidang praperadilan ini bakal dilanjutkan pada Selasa (10/3) besok beragendakan jawaban pihak termohon yaitu KPK. Mafia kasus ini terdiri dari dua perkara, yakni suap dan gratifikasi. Dalam perkara suap, Nurhadi diduga menerima suap Rp 33,1 miliar dari Hiendra melalui menantunya Rezky. Suap itu diduga untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT. Nurhadi melalui Rezky juga diduga menerima janji 9 lembar cek dari Hiendra dalam perkara Peninjauan Kembali (PK) di MA. Sementara dalam kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp 12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Uang itu untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA serta Permohonan Perwalian. Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kemudian Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Nurhadi cs pun kembali melayangkan gugatan praperadilan setelah praperadilan sebelumnya ditolak oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (riz/gw/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: