News

Dua Bekas Bos PTPN III Dituntut 6 dan 5 Tahun Penjara

fin.co.id - 14/05/2020, 03:32 WIB

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Dua bekas bos PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III (Persero) dituntut 6 dan 5 penjara. Selain itu, hakim juga diminta untuk menolak keinginan kedua bekas bos PTPN III sebagai justice collaborator (JC).

Keduanya adalah bekas Direktur Utama Dolly Parlagutan Pulungan dan bekas Direktur Pemasaran PTPN III I Kadek Kertha Laksana. Dolly dituntut dituntut 6 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan, sedangkan Kadek dituntut 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan.

Keduanya dinilai Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbukti menjadi penerima dan perantara suap sebesar 345 ribu dolar Singapura (sekitar Rp3,55 miliar) terkait distribusi gula.

Dalam kasus Dolly, Jaksa penuntut umum (JPU) KPK Zainal Abidin mengatakan terdakwa dinilai terbukti menerima suap sebesar 345 ribu dolar Singapura (sekitar Rp3,55 miliar) dari Dirut PT Fajar Mulia Transindo Pieko Nyotosetiadi.

BACA JUGA: Sempat Dimassa, Napi Asimilasi Kembali Diamankan

"Menuntut supaya menjadi hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Dolly Parlagutan Pulungan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan," katanya di gedung KPK Jakarta, dalam sidang yang dilakukan secara cara video conference, Rabu (13/5).

Sidang dilakukan di lokasi terpisah, majelis hakim berada di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, sedangkan JPU KPK berada di gedung Merah Putih KPK sementara penasihat hukum dan terdakwa Dolly juga berada di gedung Anti-Corruption Learning Center (ACLC).

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama dari Pasal 12 ayat (1) huruf b UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

JPU KPK juga menolak permintaan Dolly menjadi pelaku kejahatan yang bekerja sama dengan penegak hukum seperti surat permohonan sebagai JC pada 22 Januari 2020.

"Terdakwa adalah pelaku utama dalam perkara. Di depan persidangan terdakwa tidak mengungkap informasi suatu tindak pidana yang dilakukan pihak lain yang terlibat dalam perkara a quo maupun perkara tindak pidana korupsi lainnya sehingga kami berpendapat permohonan Justice Collaborator (JC) tersebut patut untuk tidak dikabulkan," ungkapnya.

BACA JUGA: Mulan Jameela Larang Ahmad Dhani Ladeni Jerinx SID

Terdapat sejumlah hal yang memberatkan dalam perbuatan Dolly.

"Perbuatan terdakwa mencederai tatanan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) pada badan usaha milik negara dalam penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan, belum pernah dihukum, merasa bersalah dan menyesali perbuatannya," tambahnya.

Sementara untuk terdakwa I Kadek Kertha Laksana, Zainal menilai terbukti menjadi perantara suap sebesar 345 ribu dolar Singapura (sekitar Rp3,55 miliar) untuk eks Dirut PT PTPN III Dolly Parlagutan Pulungan terkait distribusi gula.

"Menuntut supaya menjadi hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa I Kadek Kertha Laksana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan," kata Zainal.

Seperti halnya Dolly, Jaksa Zainal juga meminta hakim menolak permintaan Kadek Kertha menjadi JC seperti surat permohonan yang diajukan pada 11 Maret 2020.

"Terdakwa memang bukan pelaku utama tapi di depan persidangan terdakwa tidak mengungkap informasi suatu tindak pidana yang dilakukan pihak lain yang terlibat dalam perkara 'a quo' maupun perkara tindak pidana korupsi lainnya sehingga kami berpendapat permohonan 'Justice Collaborator' tersebut patut untuk tidak dikabulkan," ungkap Zainal.

Dalam kasus ini Dolly dan Kadek telah memberikan persetujuan long term contract (LTC) atau kontrak jangka panjang kepada Pieko, dan advisor (penasihat) PT Citra Gemini Mulia atas pembelian gula kristal putih yang diproduksi petani gula dan PTPN seluruh Indonesia.

BACA JUGA: Daerah Manipulasi Data Penduduk Miskin

Berawal saat September 2018. Saat itu, Kadek selaku Direktur Pemasaran berinisiatif membuat kebijakan sistem LTC. Kontrak ini mewajibkan pembelian gula melalui ikatan perjanjian dengan PTPN III dengan harga yang akan ditentukan setiap bulan sesuai dengan jumlah pembelian.

"Kontrak itu untuk mencegah adanya permainan dari pembeli gula yang hanya ingin membeli saat harga gula murah," kata Zainal.

Admin
Penulis
-->