Hak Paten di PTKI Masih Rendah

Hak Paten di PTKI Masih Rendah

JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) mencatat, bahwa hak paten atas temuan (invensi) di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) masih sangat sedikit. Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag, Arskal Salim mengatakan, bahwa pihaknya akan terus berupaya melakukan percepatan atau akselerasi. "Hak paten atas invensi di PTKI masih sangat minim. Harus ada upaya akselerasi," kata Arskal di Jakarta, Selasa (22/7). Menurut Arskal, berdasarkan data per Januari 2020, telah terbit 7.198 sertifikat hak kekayaan Intelektual dosen PTKI di seluruh Indonesia. Jumlah itu jauh melesat naik dari tahun 2019 yang hanya 1.637 sertifikat. Namun, dari total 7.198 sertifikat itu, hanya ada dua hak paten, sementara yang lainnya hak cipta. "Sudah saatnya hak paten untuk didorong dan dipercepat proses pendaftarannya lebih banyak lagi ke lembaga resmi milik negara," ujarnya. "Kita telah bersurat ke pimpinan PTKI agar melakukan akselerasi hak paten dan kemanfaatannya," sambungnya. Arskal menjelaskan, pada 2020 telah memberikan bantuan khusus untuk para peneliti yang outputnya hak paten. Ada 10 penelitian multiyears (tahun jamak) yang akan dilakukan. Namun, penelitian yang akan dibiayai dari bantuan dana BOPTN Penelitian itu harus tertunda tahun depan karena pandemi. Sebelumnya, Peneliti Fakultas Saintek UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Elpawati, dan Peneliti UIN Sunan Gunung Jati Bandung, Hasniah Aliah telah memperoleh sertifikat paten dari Kemenkumham. Elpawati mendapat sertifikat paten pada 24 April 2018 dengan invensi “Komposisi Bahan Penghancur Sampah Organik dan Proses Pembuatannya”. "Sedangkan invensi Hasniah Aliah dan Tim LIPI berjudul, “Poses Pembuatan Material Grafit Berbasis Serat Kapas”, tercatat pada 17 September 2019. Kedua inventor ini masih belum melakukan tahapan berikutnya yaitu pabrikasi atau komersialisasi dalam dunia industri," terangnya. Kasubdit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Suwendi mengatakan, kondisi hak paten di beberapa perguruan tinggi keagamaan Islam perlu ditingkatkan. Untuk itu, ia mendorong dan berupaya memfasilitasi kampus-kampus agar terus melahirkan riset yang bonafit serta mampu mencapai hak paten. "Untuk memaksimalkan paten, hemat saya, kita harus bersinergi dengan beberapa pihak, dengan rumus ABCG. A artinya Akademisi. B (Bisnis), perusahaan yang bergerak di bisnis menjadi bagian dan bersinergi dengan kita. C (Customer) mana yang kita bidik, dan G (government) pemerintah termasuk daerah dan pusat bisa memanfaatkan paten yang sudah dihasilkan itu," kata Suwendi Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham, Dede Mia Yusanti mengatakan, siap mengawal permohonan dan kelancaran kampus PTKI dalam memproses hak paten, dengan syarat pimpinan kampus harus memiliki komitmen yang sama. "Saya melihat pengalaman dari perguruan tinggi di Indonesia, kita berupaya membantu mereka, maka komitmen pimpinan itu adalah nomor satu. Kalau pimpinan punya komitmen, itu akan memperlancar permohonannya," ujar Dede. Sementara itu, Peneliti dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. Elpawati mengungkapkan, bahwa produk riset PTKI yang didaftarkan Hak Paten harus bernilai ekonomis, agar bisa dikomersilkan dan memakmurkan inventor ataupun lembaga perguruan tingginya. "Saya berharap akan tercipta produk unggulan dosen di bawah PTKI ini dipatenkan, saya juga berharap banget hasil yang dipatenkan adalah produk yang bisa dijual, dan bisa memakmurkan kita semua secara keseluruhan. Ini membangunkan institusi, jika bisa dipasarkan," ujar Elpawati. Ketua LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jajang Jahroni menambahkan, bahwa persoalan hak paten memang bukan sekadar kegiatan mendaftarkan karya inovasi lembaga ke negara agar mendapatkan hak perlindungan saja. Lebih jauh, Jajang menuturkan, bahwa hak paten sangat berkaitan dengan politik pengetahuan. Untuk itu, ia menekankan agar lembaga kampus terbuka untuk mendaftarkan hak paten karyanya. "Paten ini bukan sekadar orang mendaftarkan karya inovasinya ke negara lalu dapat sertifikat dan royalty, tapi ini berkaitan dengan politik pengetahuan," imbuhnya. Sementara itu, Dr. Hasniah Aliah peneliti dari UIN Sunan Gunung Jati Bandung mengatakan, hak paten sangat penting dimiliki para inventor terutama yang bernaung di lembaga perguruan tinggi. Dari karya yang dipatenkan ini, Hasniah mengatakan ada nilai tambah dari sisi riset yang dihasilkan dan kualitas tenaga peneliti. Hal ini tentu berdampak baik bagi pihak kampus khususnya. "Riset setelah selesai kita lakukan, maka tanggung jawab secara ilmiah dalam bentuk laporan keilmuan dan menguruskan hak atas karya cipta yang sudah banyak kita lakukan, tapi kajian mengurus hak paten ini. Di sini perlu kita gambarkan publikasi ilmiahnya, outcome riset ini mungkin ada nilai tambah yang dihasilkan untuk peningkatan karya kita sebagai dosen," pungkasnya. (der/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: