Juli Deflasi 0,10 Persen, Tidak Wajar

Juli Deflasi 0,10 Persen, Tidak Wajar

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi selama bulan Juli 2020 sebesar 0,10 persen. Terjadinya Deflasi di bulan ini adalah sesuatu yang tidak wajar. Sementara untuk inflasi tahun kalender tercatat sebesar 0,98 persen dan inflasi tahun ke tahun tercatat mencapai 1,54 persen. Ada tiga kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi, yakni makanan, minuman, dan tembakau; perumahan, air, listrik, dan bahan-bakar rumah tangga; serta transportasi. "Apakah wajar di bulan kedua sesudah Ramadan dan lebaran malah deflasi. Coba kita lihat 2019, dua bulan sesudah Ramadan Lebaran terjadi deflasi apa tidak, tidak kan. Terjadinya di bulan ketiga," kata Kepala BPS, Suhariyanto dalam video daring, kemarin (3/8). Menurut dia, ketidakwajaran ini terjadi lantaran kondisi pandemi Covid-19. Dampaknya, terjadi penurunan harga bahan pangan. "Seperti saya sampaikan pergekan inflasi tahun ini beda jauh dengan tahun sebelumnya karena covid," ujar dia. Lanjut dia, untuk kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau mengalami deflasi 0,73 persen, memberikan sumbangan kepada deflasi sebesar 0,19 persen. Berdasarkan data BPS, ada beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga cukup tajam. “Yang pertama dalah penurunan harga bawang merah, menyumbang deflasi 0,11 persen. Kemudian juga ada penurunan harga daging ayam ras yg memberikan andil kepada deflasi 0,04 persen, ketiga bawang putih yang memberikan andil kepada deflasi 0,03 persen,” jelas pria yang akrab disapa Kecuk itu. Sebaliknya, beberapa komositas lainnya yang menyubang inflasi, seperti beras, cabe rawit, dan gula yang masing-masing memberikan andil 0,01 persen, telur ayam ras memberikan andil 0,04 persen dan rokok putih 0,01 persen. Adapun dari 90 kota Indeks Harga Konsumen (IHK) yang dipantau oleh BPS, ada 61 kota yang mengalami deflasi, dan 29 kota mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di kota Manokwari, di mana terjadi deflasi sebesar 1,09 persen. Deflasi terendah terjadi di Gunungsitoli, Bogor, Bekasi, Luwuk, Bulukumba sebesar 00,01 persen. Sedangkan inflasi tertinggi terjadi di Timika sebesar 1,45 persen. Dan inflasi terendah terjadi di Banyuwangi dan Jember sebesar 0,01 persen. Terpisah, ekonom Universitas Perbanas sekaligus Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menilai, deflasi di tengah wabah saat ini sudah diperkirakan. Menurutnya deflasi tidak menguntungkan perekonomian Indonesia. "Deflasi itu merefleksikan rendahnya permintaan, juga tidak memberikan insentif kepada dunia usaha untuk berproduksi," ujarnya. Piter memperkirakan, deflasi atau inflasi yang sangat rendah masih akan terjadi pada bulan depan, dengan catatan pandemi Covid-19 masih berlangsung. Namun, jika pada akhir tahun produksi vaksin sudah bisa didistribusikan, maka ekonomi nasikan akan cepat kembali normal. "Tentu saja, akan ada lonjakan konsumsi, sehingga bisa mengerek naiknya inflasi," pungkasnya. (din/fin) INFOGRAFIS Deretan Penyumbang Deflasi Juli 0,10 Persen - Makanan, minuman, dan tembakau 0,73 persen - Perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga 0,01 persen - Transportasi 0,17 persen Komoditas yang Harganya Turun - Bawang merah 0,11 persen - Daging ayam ras 0,04 persen - Bawang putih 0,03 persen - Beras, cabai rawit, dan gula pasir 0,01 persen 61 Kota Terjadi Deflasi - Tertinggi di Timika 1,45 Persen - Terendah Banyuwangi dan Jember 0,01 persen Sumber: Badan Pusat Statistik

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: