Tambah Kapasitas Tes PCR

Tambah Kapasitas Tes PCR

JAKARTA - Tiga provinsi tercatat masih berada pada kasus COVID-19 yang cukup tinggi. Yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Kapasitas tes spesimen melalui metode reaksi berantai polimerase (polymerase chain reaction/PCR) di sejumlah provinsi masih di bawah standar World Health Organization (WHO). Masing-masing provinsi diminta menambah kapasitas tes melalui kerja sama dengan laboratorium swasta. “Kapasitas tes seperti di Jawa Tengah masih rendah yaitu 411. Kemudian Jawa Barat sebanyak 301. Lalu Jawa Timur 480,” kata Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (8/9). Kapasitas tes di provinsi tersebut merupakan jumlah tes per satu juta penduduk setiap pekan. Sedangkan standar WHO adalah 1000 tes per satu juta penduduk tiap pekan. "Kami ingin memberikan perhatian khusus terhadap tiga provinsi dengan kasus yang cukup tinggi. Ada beberapa hal dilakukan tiga provinsi ini untuk mengantisipasi dan memitigasi penyebaran COVID-19," jelasnya. Dia mengatakan pemerintah DKI Jakarta telah membuat fasilitas isolasi mandiri di dua tower di Wisma Atlet Jakarta, untuk mengisolasi masyarakat yang tidak tertampung di wilayahnya. Untuk bisa memanfaatkan tempat isolasi itu, masyarakat bisa memperoleh rekomendasi dari puskesmas setempat. Selain itu Sekda DKI Jakarta juga telah membuat surat edaran nomor 02/SE/2020, tentang pengaturan mekanisme ASN. "Ini agar segera dilaksanakan. Ini instrumen yang digunakan pemda dalam rangka mengendalikan kasus," terangnya. Sementara itu di Jawa Barat, telah melakukan tes PCR lebih dari 50.000 per pekan. Selain itu, sudah dilakukan arahan kedisiplinan protokol kesehatan kepada pengelola kawasan industri. Wiku menyampaikan kawasan industri berpotensi dalam peningkatan jumlah kasus. Jawa Barat, lanjutnya, juga telah meresmikan smart digital village pesantren untuk digitalisasi pesantren guna pengendalian kasus. Sedangkan di Jawa Timur, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa telah memberikan arahan kepada bakal pasangan calon Pilkada 2020 melalui KPU dan Bawaslu. Tujuannya mematuhi protokol kesehatan, selama tahapan pilkada. Dia menyebut terjadi peningkatan pada zona dengan risiko zona merah. "Peta zonasi risiko per 6 September 2020 di Indonesia, kita lihat kondisinya tidak terlalu menggembirakan. Karena terjadi perubahan dari beberapa kabupaten kota dengan risiko tinggi. Awalnya 65 pada minggu lalu, menjadi 70 kabupaten/kota. Selian itu, ada lima kabupaten kota yang berpindah menjadi risiko tinggi," jelas Wiku. Dia juga menyoroti adanya peningkatan di zona risiko sedang atau oranye. Namun, terjadi penurunan pada risiko rendah. "Begitu pula dengan risiko sedang. Dari 230 kota menjadi 267 kabupaten kota. Risiko rendah dari 151 menjadi 114 kabupaten/kota," ucapnya. Penurunan angka juga terjadi pada daerah yang tidak ada kasus alias dak terdampak virus Corona. "Yang tidak ada kasus 42 menjadi 38. Yang tidak terdampak dari 26 kabupaten/kota turun menjadi 25 kabupaten/kota," imbuhnya. Tren peningkatan kasus zona merah dan zona oranye terjadi selama tiga minggu. "Terjadi peningkatan jumlah kasus menuju risiko lebih tinggi. Yaitu sedang dan tinggi. Yang erlu jadi perhatian adalah ada 11 kabupaten/kota yang memiliki kasus aktif lebih dari 1.000 (selengkapnya lihat grafis, Red)," ucap Wiku. Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan uji klinis fase dua sekaligus fase tiga untuk terapi plasma konvalesen pada pasien COVID-19. Ini sebagai upaya pengobatan penyakit yang disebabkan virus SARS CoV 2. "Uji klinis ini bertujuan untuk mengetahui efikasi atau manfaat dari pemberian terapi plasma darah bagi pasien COVID-19," kata peneliti dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Profesor David H Muljono di Jakarta, Selasa (8/9). Menurutnya, selama ini berbagai negara di dunia sudah banyak yang mencoba menggunakan terapi plasma darah untuk pasien COVID-19 dan terbukti aman. Namun hasil yang didapatkan oleh peneliti belum mampu membuktikan keampuhan dalam penyembuhan. "Pada akhir Maret lima pasien diberikan plasma di Cina dan terbukti efektif aman. Beberapa pasien membaik dan bisa dipulangkan. Di beberapa negara melakukannya dan ternyata safety-nya cukup baik. Ada lima ribu orang diberikan plasma darah di Amerika dan keamanannya cukup baik," jelas David. Karena itu, uji klinis plasma darah untuk terapi COVID-19 yang dilakukan di Indonesia bertujuan untuk mengetahui keampuhan plasma darah dalam menyembuhkan pasien COVID-19. Berdasarkan uji klinis yang pernah dilakukan di Amerika Serikat, plasma darah tidak efektif diberikan pada pasien COVID-19 yang sudah dalam fase kritis. Pada fase uji klinis ini diberikan pada pasien COVID-19 dengan gejala sedang hingga berat. Hingga saat ini sudah ada 29 rumah sakit yang bekerja sama dengan Badan Litbang Kemenkes untuk melakukan uji klinis plasma darah. Untuk tahap pertama, uji klinis dilakukan di empat rumah sakit. "Plasma darah diberikan pada pasien dengan dosis 250 mm plasma darah dari donor yang sudah sembuh. Plasma diberikan sebanyak dua kali. Diharapkan bisa menjadi data dan bukti yang baik," paparnya. Selama proses uji, pasien akan dipantau selama 28 hari. Sejak saat pemberian pertama. Pada hari ke- 14 hari tetap dipantau di rumah sakit. Selanjutnya, 14 hari setelahnya diperbolehkan pulang. "Namun, tetap melakukan kontak dengan dokter dan rumah sakit," pungkas David.(rh/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: