Indofarma Sediakan Tes PCR Seharga Rp 600 Ribu

Indofarma Sediakan Tes PCR Seharga Rp 600 Ribu

JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menetapkan harga mobile tes Real Time Polymerase Chain Reaction (PCR) sebesar Rp900 ribu. Namun, salah satu BUMN farmasi dapat memangkasnya dengan harga Rp600 ribu. Direktur Utama PT Indofarma Tbk Arief Pramuhanto mengeaskan pihaknya menyediakan layanan mobile tes PCR COVID-19 hanya seharga Rp600 ribu per tes. Bahkan bisa lebih murah jika dilakukan dalam jumlah banyak. "Sudah terbit dari Kemenkes bahwa harga eceran tertinggi Rp900 ribu. Kami dari BUMN farmasi siap memberikan jasa di bawah harga tersebut. Untuk yang mobile PCR, itu berkisar antara Rp600 ribu per tes, bahkan kalau jumlahnya lebih banyak, bisa Rp500 ribu per tes," katanya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, Senin (5/10).

BACA JUGA: Surat Terbuka Menaker Ida kepada Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Dijelaskannya, mobile diagnostic berbentuk kendaraan roda empat dan bisa menjangkau daerah perdesaan. Ini sangat membantu pemerintah daerah untuk mendeteksi kasus COVID-19 di wilayah mereka. Terlebih, banyak pemerintah daerah (pemda) yang kesulitan mengakses tes PCR. Begitu pun hasil tesnya yang baru bisa diketahui seminggu atau dua minggu kemudian. "Dengan mobil ini bisa kita percepat karena hasilnya bisa keluar dalam 24 jam. Ini juga sudah banyak dipesan pemda, sudah sekitar 20 unit dan ke depan ada 10 unit tambahan (pesanan) lagi," katanya. Dikatakannya, perusahaan mampu memproduksi sekitar 10 unit mobile diagnostic per bulan. Kendaraan tersebut bisa melakukan 200-250 tes PCR per hari. "Biaya satu mobil untuk 10 ribu tes. Kalau per tes Rp600 ribu, makan sekitar Rp6 miliar untuk satu kendaraan. Kami sudah mendapat izin dari Dinas Kesehatan tetapi harus pemda atau instansi atau swasta yang membeli. Ada pembelian reagen juga per bulan," jelasnya. Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir mengatakan BUMN yang dipimpinnya mampu memproduksi 3 juta reagen untuk metode Real Time PCR. Produksi reagen mulai dilakukan bulan ini dengan kapasitas produksi 1,5 juta.

BACA JUGA: Nathalie Holscher Pernah Dijuluki Ratu Amer, Sule: Itu Tantangan Bagi Gue

"Sekarang kami sudah bisa produksi reagen untuk tes PCR yang selama ini kita kewalahan karena kita rebutan produk ini. Mulai bulan ini kami sudah bisa memproduksi dengan kemampuan produksi 1,5 juta tes per bulan dan kami sedang mencoba menaikkan kapasitas menuju 3 juta per bulan," katanya. Peningkatan produksi reagen untuk tes PCR didorong menjadi 3 juta tes per bulan guna mendukung target pemerintah melakukan tes pemeriksaan COVID-19 hingga 80 ribu tes per hari. "Berarti kita minimal butuh 2,4 juta-2,5 juta reagen per bulan. Makanya kami sedang coba meningkatkan kapasitas 3 juta reagen produksinya," ungkapnya. Selain memproduksi reagen, holding BUMN farmasi melalui Kimia Farma juga telah bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Kementerian Riset dan Teknologi untuk memproduksi rapid test kit (alat tes cepat) dengan target produksi 100 ribu tes per bulan.

BACA JUGA: Infografis: Statistik Covid-19 di Indonesia Minggu, 4 Oktober 2020

Reagen diperlukan untuk ekstraksi yang digunakan dalam pengecekan spesimen. Reagen berisi sejumlah senyawa kimia untuk mendeteksi SARS-CoV-2, virus penyebab penyakit COVID-19. Sementara untuk vaksin COVID-19, Sinovac dia berharap dapat mulai digunakan ke seluruh masyarakat Indonesia pada akhir Januari 2021. Dia pun mengapresiasi pernyataan Wakil Presiden Ma'ruf Amin terkait kehalalan vaksin. "Dari Pak Wapres arahannya cukup menggembirakan. Seandainya vaksin ini halal, itu bagus, itu yang kita tunggu. Tapi seandainya belum memenuhi halal, dalam kondisi pandemi ini bisa diberikan vaksinasi. Ini nanti jadi bagian Komisi Fatwa untuk mendukung program vaksinasi berikutnya," jelasnya. Dijelaskannya sesuai arahan Wapres, nantinya akan dibentuk tim bersama yang terdiri atas Bio Farma, Kementerian BUMN, BPOM, Komisi Fatwa MUI, LPPOM MUI, BPJPH, serta BUMN Sucofindo dan Surveyor Indonesia, untuk proses sertifikasi halal.

BACA JUGA: DKPP Harap Bawaslu dan KPU Tidak Saling Melapor, Ini Citra Buruk di Masyarakat

"Nanti juga akan ada audit BPOM ke Beijing untuk melihat proses produksi apakah memenuhi kaidah standar produksi vaksin," katanya. Honesti mengatakan saat ini Indonesia bekerja sama dengan sejumlah produsen vaksin dunia. Lantaran kebutuhan Indonesia yang besar akan vaksin COVID-19, yakni 340 juta dosis pada 2021 untuk 170 juta warga (dengan dua dosis), maka pemerintah mencari akses sebanyak-banyaknya terhadap pasokan vaksin. "Target kita akan melakukan program vaksinasi lebih kurang terhadap 170 juta orang Indonesia untuk memenuhi target herd immunity sesuai standar WHO. Dengan asumsi seorang dapat dua dosis, artinya kita butuh 340 juta dosis vaksin sehingga kita harus kerja sama dengan beberapa produsen vaksin karena tidak mungkin satu produsen bisa suplai kebutuhan Indonesia yang cukup besar. Mereka juga suplai ke negara lain yang membutuhkan," katanya.

BACA JUGA: Tanya Celana Dalam, Nikita Mirzani Malah ‘Gerebek’ Payudara Dinar Candy

Bio Farma sendiri tengah melakukan kerja sama pengadaan vaksin dengan Sinovac, China, yang kini telah memasuki tahap uji klinis ketiga di Bandung, Jawa Barat. "Vaksin tersebut akan selesai uji klinis pada Januari 2021. Jika berhasil, vaksin akan dimintakan izin penggunaan darurat dari BPOM sehingga program vaksinasi nasional bisa segera dimulai pada akhir Januari atau awal Februari 2021," ungkapnya. Selain dengan Sinovac, Indonesia juga bekerja sama dengan perusahaan asal Uni Emirat Arab, G42, CanSInoBIO, AstraZeneca, serta Novavax maupun lembaga internasional CEPI dan GAVI untuk produksi vaksin dalam negeri.(gw/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: