Jangan Legalkan Pungli di Sekolah

Jangan Legalkan Pungli di Sekolah

MAKASSAR — Usulan sekolah menghapus Pendidikan Gratis menuai pro kontra. Kebijakan ini dianggap sebagai langkah melegalkan pungutan yang sebelumnya membebani orang tua siswa. Dinas Pendidikan Sulsel kini mengevaluasi untuk menghapus program Pendidikan Gratis. Program ini sebenarnya juga sudah tidak berjalan lagi sejak 2017 lalu. Ketua Ombudsman Perwakilan Sulsel, Subhan Djoer menilai, meskipun kebijakan Pendidikan Gratis sudah ada, nyatanya pungutan tetap saja berjalan. Memang, SPP tak dibayar lagi. Namun, tetap ada uang buku, sumbangan pembangunan, hingga iuran komite tetap menjadi kewajiban. Subhan menyebut beberapa sekolah masih tetap menarik pungutan kepada orang tua siswa. Meski secara ilegal. Hanya saja, para kepala sekolah was-was, lantaran tak ada payung hukum yang mendukung kegiatan mereka. Makanya, aturan Pendidikan Gratis menjadi sasaran, agar pungutan kepada orang tua siswa bisa dimuluskan.

BACA JUGA: Terbangkan Layang-layang Batik, Kemendes PDTT Pecahkan Rekor Dunia

"Apa lagi yang dicari sebetulnya. Dana BOS, menurut saya sudah lebih dari cukup. Terus apa lagi yang mau dicari dari orang tua siswa. Sekarang saja, sumbangan masih berjalan. Sekolah ingin agar bantuan tersebut legal," beber Subhan kepada FAJAR, Selasa, 6 Oktober. Pembentukan paguyuban pun, menurutnya, tak memiliki payung hukum. Berbeda dengan komite yang diatur dalam peraturan menteri. Paguyuban orang tua siswa dianggapnya hanya menjadi alat pencari uang bagi sekolah. Padahal, tanggung jawab pemerintah untuk memastikan seluruh kelayakan fasilitas sekolah. Di Kota Makassar, Subhan mengaku sudah banyak membubarkan paguyuban untuk tingkat sekolah dasar. "Misalnya di SD Mallengkeri dan SD Sudirman. Kita bubarkan, karena terbukti ada masalah. Pungutan justru makin lancar, meskipun paguyuban itu berada di luar sekolah," jelasnya seperti dikutip dari Harian Fajar (Fajar Indonesia Network Grup).

BACA JUGA: Ikut nge-Vlog Bareng Nagita Slavina, Rafathar Sindir Halus Netizen

Subhan mengatakan, sebaiknya kebijakan untuk melegalkan sumbangan sekolah tak dilakukan. Paguyuban semestinya tak dibentuk, untuk menghindari dampak yang ditimbulkan kepada orang tua siswa. Jangan sampai, kata Subhan, kepala sekolah malah memanfaatkan kebijakan ini untuk mengintimidasi siswa dan orang tua siswa. Kesejangan sosial, menurutnya juga bisa muncul. Siswa yang tergolong kesulitan keuangan, bisa saja terpengaruh psikologinya jika orang tua mereka tak mampu berpartisipasi. "Dana BOS sudah sangat besar dan menurut saya mampu memenuhi kebutuhan sekolah. Kalau paguyuban jadi dibentuk, kita tentu akan turun tangan untuk melihat realisasinya," tambahnya. Pakar Pendidikan Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof Arismunandar menambahkan, kebijakan Pendidikan Gratis di Sulsel sebetulnya sudah lama berjalan. Sejak era Syahrul Yasin Limpo sebagai gubernur.

BACA JUGA: Surat Terbuka Menaker Ida kepada Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Hanya saja, kebijakan tersebut kini tak lagi diikuti dengan penganggaran subsidi yang sebelumnya membantu kegiatan operasional sekolah. Saat ini, kata dia, sekolah memang hanya betul-betul berharap pada dana BOS. Di sisi lain, banyak yang menganggap dana BOS tak cukup, lantaran kebutuhan sekolah ternyata besar. Salah satunya pembayaran guru honorer yang kini jumlahnya sebanding dengan guru PNS di setiap sekolah. Makanya partisipasi masyarakat memang dianggap perlu untuk membangun pendidikan. Hanya, sekarang masih terbentur aturan.

BACA JUGA: Nathalie Holscher Pernah Dijuluki Ratu Amer, Sule: Itu Tantangan Bagi Gue

"Lebih baik membuat aturan rujukan baru untuk menghindari persoalan hukum. Karena memang subsidi Pendidikan Gratis saat ini sudah tidak ada lagi dari Pemprov Sulsel," jelasnya. Dia juga tetap meminta agar penarikan sumbangan tak bersifat mengikat atau tidak wajib. Bergantung kemampuan orang tua siswa. Selain itu, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 tentang Komite Sekolah, sumbangan pun tak ditentukan nilai nominalnya. Kepala Dinas Pendidikan Sulsel, Muhammad Jufri menilai, kebijakan pendidikan gratis memang tak mesti ada di semua daerah. Bergantung situasi dan kondisinya. Akan tetapi, terlepas dari aturan tersebut, pihaknya hanya berupaya memberi wadah untuk menghimpun sumbangan orang tua siswa. Selama ini, kata dia, banyak orang tua yang ingin menyumbang untuk pembangunan sekolah. Hanya saja, pertimbangan kasek, takut terkena aturan pungli. Padahal, ada peraturan menteri yang membolehkan partisipasi masyarakat untuk membangun pendidikan di sekolah. "Makanya salah satu opsi, adalah membentuk paguyuban. Organisasi ini di luar sekolah. Nantinya paguyuban yang menawarkan bantuan apa yang akan disalurkan ke sekolah, karena jujur banyak orang tua siswa yang ingin menyumbang dan itu tak mungkin kita halangi," katanya. Sekolah, tegas Jufri, tetap dilarang untuk meminta sumbangan. Melainkan sumbangan datang dari keinginan orang tua siswa. Pihaknya pun akan tetap membahas hal tersebut bersama sejumlah pihak terkait. Mulai dari kejaksaan, kepolisian, hingga Ombudsman. "Termasuk kita akan bahas di DPRD Sulsel. Siapa tahu bisa disusun pergub untuk ini. Saya tetap tidak membenarkan jika sekolah meminta sumbangan. Akan tetapi, ketika ada yang mau menyumbang juga tak boleh dilarang," tambahnya. (ful)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: