Sponsor Penyimpangan TNI

Sponsor Penyimpangan TNI

JAKARTA - Setara Institute menilai DPR telah mensponsori penyimpangan Undang-undang 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui peraturan presiden pelibatan TNI dalam penanganan terorisme. Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi mengatakan, Komisi I DPR selaku mitra kerja TNI telah mendorong keterlibatan lembaga militer itu dalam penanganan terorisme dalam kerangka criminal justice system. Hal itu, menurutnya, justru merupakan pengingkaran terhadap integritas sistem hukum nasional. "TNI bukanlah penegak hukum. Karena itu pelibatannya dalam penanganan terorisme hanya terbatas pada jenis dan level terorisme yang spesifik," ujar Hendardi dalam keterangan tertulis, Rabu (7/10).

BACA JUGA: Jokowi ‘Kabur’ ke Kalteng saat Aksi Buruh, Gus Ulil Beri Sindiran Soal Adab

Pembahasan rancangan perpres pelibatan TNI dalam forum konsultasi DPR dan pemerintah, kata dia, belum menunjukkan kemajuan signifikan untuk memastikan integritas criminal justice system dan penanganan tindak pidana terorisme secara adil dan akuntabel. Menurut dia, DPR dan pemerintah masih belum mampu membuat batasan yang jelas tentang definisi terorisme, level terorisme yang membutuhkan pelibatan TNI, serta batasan keterlibatan TNI. Sehingga, berpotensi menjadikan TNI sebagai penegak hukum, yang justru bertentangan dengan sistem hukum pidana Indonesia. "Isu tentang lemahnya mekanisme pengawasan dan akuntabilitas TNI, adanya sumber anggaran daerah, serta potensi benturan dengan aparat penegak hukum akibat kerancuan substansi, belum mendapatkan perhatian serius DPR," ungkap Hendardi.

BACA JUGA: Telkom Dukung Wirausaha Milenial Guna Percepat Pertumbuhan Ekonomi Mikro

Tugas Komisi I DPR, kata dia, adalah memastikan UU TNI dijalankan secara konsisten untuk menopang profesionalisme. Melalui forum pembentukan rancangan perpres tersebut, Komisi I DPR justru mensponsori penyimpangan UU TNI khususnya terkait dengan ketentuan operasi militer selain perang (OMSP). Oleh karena itu, Hendardi menyarankan DPR dan pemerintah untuk melakukan konsultasi secara terbuka dan kembali menghimpun masukan publik secara serius. Ia turut mewanti-wanti agar Komisi I DPR berhati-hati membahas rancangan perpres pelibatan TNI karena berpotensi merusak sistem hukum Indonesia. Jika diperlukan DPR RI dapat mengembalikan rancangan perpres tersebut kepada pemerintah untuk dapat diperbaiki kembali sebelum dibahas lebih lanjut," tutupnya.

BACA JUGA: Soal UU Ciptaker, Refly Harun: Hanya Iblis yang Buat Aturan Seperti Ini, Zalim Sekali

Direktur Penegakan Hukum Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Eddy Hartono menyatakan pihaknya terbuka soal rencana pemerintah untuk melibatkan TNI dalam penanganan terorisme. Hanya saja, menurutnya, perlu ada regulasi yang mengatur mengenai kewenangan TNI. "Jadi kalau menurut saya tinggal diatur di dalam perpres itu yang mengatur porsi kewenangan TNI," kata dia. Eddy menyatakan, pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme telah tertuang dalam UU 5/2018. Ia mengatakan bakal mendukung peran TNI dalam penanganan terorisme. Akan tetapi, tetap mengacu pada kerangka aturan masing-masing. (riz/gw/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: