Pendidikan Vokasi dan Industri Belum Selaras

Pendidikan Vokasi dan Industri Belum Selaras

JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengingatkan agar lembaga pendidikan vokasi tidak hanya sekadar fokus pada keahlian teknis (hard skill). Pendidikan vokasi juga harus memperhatikan keahlian non-teknis (soft skill). Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Wikan Sakarinto mengatakan, empat karakter dasar yang harus dimiliki lulusan vokasi adalah kemampuan berkomunikasi, kemampuan bekerja dalam target, kemampuan bekerja secara team work, kemampuan berpikir kritis, dan tidak mudah bosan dan menyerah dalam berkarya. Menurut Wikan, hal yang penting terkait pendidikan vokasi adalah penyelarasan dengan industri. Kompetensi lulusan sekolah vokasi harus sesuai dengan kebutuhan industri sehingga keahliannya benar-benar bisa dimanfaatkan.

BACA JUGA: Gandeng Pemda, Bea Cukai Optimalkan Pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai

"Fakta nasional menunjukkan lulusan vokasi banyak mendapat komplain dari perusahaan-perusahaan. Padahal, lulusan vokasi saat ini banyak terserap lapangan kerja," kata Wikan di Jakarta, Jumat (13/11). Terlebih lagi, kata Wikan, tingkat kerja sama dan komunikasi mereka juga dinilai kurang baik secara lisan ataupun tulisan. Tidak sedikit dari lulusan vokasi secara nasional kurang dalam hal inisiatif. "Salah satu komlain yang kami terima dari industri, mereka kalau tidak disuruh tidak jalan dan mudah bosan. Karenanya jika soft skills kuat, kita yakin ia akan belajar secara mandiri," ungkapnya. Menurut Wikan, di era pandemi covid-19 saat ini soft skills menjadi sangat penting. Faktanya, dampak pandemi banyak perusahaan tidak bisa menyerap lulusan maka kewirausahaan menjadi jawaban.

BACA JUGA: Jelang Dinikahi Sule, Putri Delina ke Nathalie Holscher: Malu-maluin

"Berbicara kewirausahaan maka sebetulnya berbicara soft skills yang paling relevan yaitu kemampuan berkomunikasi, presentasi, kemampuan menerima perbedaan, kemampuan dalam team work, kemampuan berbahasa asing dan lain-lain dan yang terpenting juga soal kejujuran dan integritas," tuturnya. Untuk itu, Wikan menilai, soft skills menjadi kebijakan utama pendidikan vokasi di Indonesia. Menurutnya, penekanan soft skills akan menjadi warna Permendikbud Sekolah Vokasi mendatang terkait merdeka belajar. "Lulusan Sekolah Vokasi idealnya tidak hanya hard skills, tapi juga soft skills, bahkan penguasaan soft skills ini jauh lebih penting," imbuhnya. Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI), Arif Satria menilai, program 'perkawinan' antara perguruan tinggi dengan industri saat ini belum sepenuhnya berjalan. Salah satunya, masih ditemukannya konflik di antara keduanya dalam proses membangun ekosistem dan iklim inovasi bersama. "Pemerintah diminta turun tangan dengan membentuk tim khusus menangani berbagai konflik antara kampus dengan industri," kata Arif. Arif menyebutkan, bahwa dalam konflik kerap terdengar jika inovator merasa satu produk inovasi yang dibuat telah cukup, namun industri masih merasa belum puas. Parahnya, adapula industri nakal yang hanya ingin membeli produk, padahal tujuan berinovasi adalah melakukan kolaborasi. "Saya mengusulkan pada pemerintah agar di salah satu ekosistem inovasi nasional itu ada lembaga inovasi yang secara nasional memediasi konflik antara kampus dengan industri," ujarnya. Terlebih lagi, kata Arif, ke depan kampus akan membuka Science Techno Park (STP) untuk berinovasi. Artinya, akan semakin banyak inovasi kampus yang harus dihilirisasi kepada industri. "Akan lebih banyak terjadi masalah-masalah di industri, misal masalah royalti, dan itu perlu mediator," pungkasnya. (der/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: