Mate Ningde

Mate Ningde

--

Saya kaget: toilet ini memang tidak lagi jorok, tapi bau busuknya masih luar biasa. Mengingatkan saya pada bau toilet Tiongkok 30 tahun lalu. Hampir saja pingsan.

Ternyata masih ada yang seperti ini. Mungkin karena Xianyou di pedalaman. Dan ini toilet umum.

Besoknya ketika perjalanan dari Fuzhou ke Quanzhou saya minta mampir rest area. Bukan karena ingin buang air, tapi sekadar membanding-bandingkan baunya. 

Saya kaget: bukan saja bersih dan tanpa bau. Juga indah dan cukup mewah. Toiletnya pun dua jenis: jongkok dan duduk.

Di Xianyou saya jalan-jalan di kota lamanya. Yang sudah berbentuk blok-blok ruko yang padat. Saya beli buah di situ: anggur, buah tin kering, zaitun segar, apel mini, dan strawberry. Di depan toko buah ini ada penjual tebu lonjoran. Di pinggir jalan. Laris. Harganya bukan per batang tapi pakai ditimbang. Bayarnya pakai barcode.

Dari Xianyou saya tidak kembali ke Fuzhou. Saya pilih ke Putian, ibu kota kabupaten Xianyou. Putian di pinggir pantai. Ingin lihat terminal gas. Sekalian makan siang. 

Jalan meninggalkan Xianyou itu ternyata beda sekali. Hanya lewat dua terowongan. Lebih datar. Rupanya lewat sinilah orang zaman dulu mencapai laut. 

Dari Putian mereka bisa ke utara, ke pelabuhan di utara Fuzhou, untuk merantau ke Asia Tenggara. Atau dari Putian ke selatan, ke Quanhou dulu. Lalu ke Nusantara. Yang lebih banyak ke Amoi dulu lalu ramai-ramai ke seluruh Nusantara. Kini kota pelabuhan Amoi bernama Xiamen.

Saya ke Xianyou juga untuk memanfaatkan waktu tunggu. Saya punya janji ke Ningde. Bertemu bos besar di sana. Ia masih dalam perjalanan internasional ke Ningde.

Dari Fuzhou ke Ningde pilih naik kereta cepat yang bukan Gaotie. Kecepatannya 200 km/jam. Ke arah utara. Ke arah kota Wenzhou –di Provinsi Zhejiang. Anda sudah tahu Wenzhou: kampungnya bos besar pabrik nikel terbesar di Morowali, Sulawesi Tenggara.

Ningde memang bertetangga dengan Wenzhou. Anda juga sudah tahu Ningde. Di kabupaten inilah pabrik baterai lithium terbesar di dunia: CATL. 

Ningde mengingatkan saya ke kota Bima di Sumbawa Timur. Kotanya sama-sama berada di teluk yang amat dalam. Teluk itu menjorok masuk jauh ke lekuk pegunungan. Indah sekali. 

Teluk itu terancam pendangkalan oleh muara sungai. Maka di bagian itulah dilakukan reklamasi. Luas sekali. Murah sekali. Tinggal ambil sedikit tanah dari gunung di dekatnya. Sekalian untuk pengendalian air muara sungai.

Itu juga yang sejak lama saya usulkan untuk Bima. Untuk mengatasi kepadatan kota. Sekaligus pengendalian banjir. Ningde ternyata sudah melakukannya. Sampai bisa undang investor kelas dunia.

Kota Ningde memang dibentengi gunung dan pegunungan. Belakangan ditemukan berbagai kekayaan tambang di dalamnya. Berbagai bahan baku industri hulu ada di situ. Air terjun pun tak terhitung jumlahnya. 

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber: