Prabowo Belum Revisi Dukungan Terhadap FPI, 212 dan Kelompok Islam Garis Keras, Ga Bahaya Ta?

Prabowo Belum Revisi Dukungan Terhadap FPI, 212 dan Kelompok Islam Garis Keras, Ga Bahaya Ta?

Prabowo Belum Revisi Dukungan Terhadap FPI, 212 dan Kelompok Islam Garis Keras-fin/Mind ID Indonesia -Youtube

Kelompok Islam Garis Keras - Video Prabowo Subianto yang menyebut FPI, 212 dan GNPF bukan kelompok radikal viral di media sosial. Hingga kini, Prabowo belum merevisi dukungan atau ucapannya tersebut. 

"Ada kekhawatiran saya selama ini kelompok-kelompok sayap kanan yang sudah 2 periode Pemilu dipakai oleh Prabowo, tapi kok ilang. Ini menjadi pertanyaan besar. Kemudian, saya menemukan video itu. Kelompok radikalis ini kemana?" ujar Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi alias Cak Islah seperti dikutip fin.co.id dari Chanel Youtube MIND TV Indonesia pada Senin, 14 Agustus 2023. 

Menurutnya, FPI sudah dibubarkan. Tetapi sebenarnya, lanjut Islah Bahrawi, mereka metamorfosis pada organisasi baru. Yaitu FPI juga yang kepanjangannya berbeda. 

"Selama ini kok mereka (FPI, 212 dan GNPF) nggak ada teriakannya. Dari video tersebut, saya menyimpulkan bahwa ini memang ditiarapkan. Sampai sekarang dukungan atau ucapan itu belum direvisi," imbuh Islah Bahrawi. 

Mulai dari 2014 sampai 2019, kata Islah Bahrawi, ceruk elektoral Prabowo selalu itu-itu saja. Dan sudah terbukti tidak bisa memenangkan Prabowo pada 2 kali Pilpres. 

"Sehingga kemudian Prabowo membuat irisan yang baru. Bahwa dia harus bisa meraih pendukung Jokowi yang notabene mengalahkan dia pada 2 periode," jelasnya. 

BACA JUGA:

Caranya, kata Islah Bahrawi, kelompok radikal ini (GNPF, FPI dan 212) yang tidak klop dengan pendukung Jokowi, harus disembunyikan dulu. 

"Karena apa? Kalau Prabowo mau menang di 2024, itu harus bisa meraih setidaknya seperempat dari pendukung Jokowi. Setelah pendukungnya Jokowi bisa diraih misal 25 persennya, baru kelompok ini akan muncul nanti," terang Islah.

Dia menyayangkan ada sebagian pendukung Jokowi kini justru mendukung Prabowo Subianto pada Pilpres 2024 mendatang.

Padahal, pada 2014 dan 2019 silam pendukung Jokowi tersebut berhadapan dengan kelompok garis keras. 

"Makanya teman-teman pendukung Jokowi yang merasa anti radikal, yang merasa berseberangan dengan kelompok sayap kanan, nanti akan bertemu dengan mereka dalam satu panggung dan barisan yang sama," urainya. 

Jika sampai hari ini kelompok garis keras ini berusaha ditiarapkan paksa, menurut Islah Bahrawi, hal itu bagian dari strategi politik biasa. 

Strategi menyembunyikan kelompok-kelompok militan atau sayap kanan ini juga digunakan di negara lain. Seperti India. 

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Rizal Husen

Tentang Penulis

Sumber: