Lucut Senjata

Lucut Senjata

--

Seperti izin dagang lainnya, izin praktik dokter akan dikeluarkan  oleh pemerintah. Siapa yang dimaksud pemerintah masih harus menunggu ketentuan lebih lanjut. Mungkin Dinas Kesehatan kabupaten atau kota. 

Izin itu akan berlaku seumur hidup. Tidak harus memperpanjang setiap lima tahun.

Ketika IDI didirikan pada 1950, jumlah dokter yang hadir di muktamar pada saat itu 181 dokter. Pejabat pemerintah di bidang kesehatan pasti dokter. Pasti anggota IDI. Maka antara IDI dan kekuasaan di bidang kesehatan seperti manunggal. 

Sedang jumlah dokter saat ini sudah lebih 151.000 orang –meski tetap belum cukup. Bidang spesialisasi pun kian banyak. Dokter spesialis punya organisasi sendiri-sendiri pula.

Dari IDI yang paling diperlukan adalah di bidang penegakan kode etik. IDI adalah polisi kode etik. Polisi perlu senjata. Setidaknya pentungan. Rekomendasi IDI adalah senjata itu. Bagi dokter yang bandel tidak akan mendapat rekomendasi IDI untuk berpraktik.

Senjata itu kini dilucuti. Tanpa senjata, IDI tentu akan lebih sulit menegakkan kode etik.

Senjata itu kini di tangan pemerintah. Pemerintah tidak berhak menjaga kode etik. Yang dijaga pemerintah adalah peraturan dan perundangan. Hanya dokter yang melanggar peraturan yang bisa ditindak oleh pemerintah.

Dengan hilangnya senjata itu, IDI praktis hanya akan jadi paguyuban. IDI memang masih bisa memecat dokter yang melanggar kode etik. Yakni dipecat dari keanggotaan IDI. Tapi  tidak jadi anggota IDI toh tetap bisa berpraktik atas izin pemerintah.

Berarti IDI harus melihat lagi Peraturan Dasar dan Peraturan  Rumah Tangganya. Apa saja yang tidak lagi relevan.

Perguruan tinggi juga harus bersiap berubah. Terutama fakultas kedokterannya. Lebih khusus lagi di perkuliahan spesialisnya.

Nanti, untuk menjadi spesialis tidak perlu mendaftar di fakultas kedokteran. Pendidikan spesialis akan pindah tempat: ke rumah sakit. Menjadi spesialis tidak perlu lagi kuliah. Otomatis tidak perlu membayar uang kuliah yang mahal itu.

Dua hal itu saja memerlukan  sangat banyak peraturan pelaksanaannya. Sering kali peraturan pelaksanaan lebih penting dari UU. Maka lobi-lobi untuk menitipkan kalimat di peraturan pelaksanaan akan sangat intensif. Ada bisnis besar di situ.

Sambil menunggu lahirnya ratusan aturan pelaksanaan itu, dokter tetap harus bekerja. Orang sakit tidak bisa menunggu aturan baru.

Mungkin akan ada yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Mungkin ada yang menggerutu. Mungkin juga ada yang bersikap move on. (*)

 

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber:

Berita Terkait

Ikut Semut

4 bulan

Nama Logo

8 bulan

Nama Hoki

8 bulan

Ujian Dini

8 bulan