Buntut Penyidikan Korupsi Pengelolaan Dana Pensiun DP4, 2 Direktur Diperiksa Kejagung

Buntut Penyidikan Korupsi Pengelolaan Dana Pensiun DP4, 2 Direktur Diperiksa Kejagung

Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana.-ist-net

Buntut Penyidikan Korupsi Pengelolaan Dana Pensiun DP4, 2 Direktur Diperiksa Kejagung - Bukti-bukti dan kelengkapan berkas kasus dugaan korupsi pengelolaan dana pensiun pada Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan (DP4) Tahun 2013 - 2019 dikumpulkan.

Upaya tersebut dilakukan tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mencari tersangka dalam kasus tersebut.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan pihaknya memeriksa 2 orang pada Rabu, 29 Maret 2023.

Kedua orang yang diperiksa yaitu Direktur Investasi PT Pratama Capital Assets Management berinisial JS, dan Direktur Kepesertaan SDM dan Umum DP4 Tahun 2016 - 2018 berinisial EDS.

BACA JUGA:Kepala Kantor Pertanahan Kota Depok Diperiksa Kejagung Terkait Korupsi Dana Pensiun DP4

"Pemeriksaan kedua saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan kasus korupsi pengelolaan dana pensiun DP4 Tahun 2013 - 2019," katanya dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 29 Maret 2023.

Korupsi Dana Pensiun DP4, Kerugian Negara Capai Rp148 Miliar 

Nilai kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana pensiun pada PT Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan (DP4) pada tahun 2013-2019 terungkap.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Ketut Sumedana mengatakan nilai kerugian negara atas kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan dana pensiun PT DP4 pada tahun 2013-2019 mencapai Rp148 miliar.

"Jadi, perkembangan perkara ini kurang lebih kami sudah menemukan kerugian sebesar Rp148 miliar, dan akan berkembang terus," katanya dalam keterangannya, Senin, 13 Maret 2023.

Dikatakannya, hingga saat ini pihaknya telah memeriksa 40 saksi. 

BACA JUGA:Kasus Korupsi Dana Pensiun Pelabuhan, Kejaksaan Agung Garap Pejabat DP4

Dari pemeriksaan tersebut, pihak kejaksaan menyimpulkan bahwa modus operandi dalam perkara ini adalah pemilihan makelar dan harga tanah yang di-markup atau dinaikkan.

Selain itu, ketika dilakukan analisis, juga terdapat pembelian saham yang Kejaksaan Agung nilai tidak sesuai dengan kapasitasnya.

"Yang jelas, saham-saham (yang dibeli) itu tidak punya portofolio yang bagus," ucapnya melanjutkan.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Gatot Wahyu

Tentang Penulis

Sumber: