Pejuang Surabaya Lawan Tentara Sekutu pada 10 November 1945

Pejuang Surabaya Lawan Tentara Sekutu pada 10 November 1945

--

JAKARTA, FIN.CO.ID - Pertempuran dahsyat di Surabaya, yang dimulai pada 10 November 1945, telah menjadi catatan sejarah Dunia.

Betapa tentara pemenang Perang Dunia II yang bersenjatakan lengkap dan modern ini kerepotan menghadapi pejuang-pejuang Indonesia dengan senjata apa adanya, yang bertempur mati-matian untuk mempertahanan Kemerdekaan yang baru diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.

Kesemuanya bermula saat Brigade Infanteri ke-43, divisi ke-23 sekutu, berkekuatan 6000 prajurit dibawah komando Brigjen AWS Mallaby, mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945.

Mereka meminta rakyat Surabaya menyerahkan senjata mereka kepada sekutu. Sudah pasti, para pejuang Surabaya tidak mau menyerahkan senjata hasil rampasan dari gudang senjata Tentara Jepang itu.

Pemuda-pemuda Surabaya sudah mulai percaya diri sejak berhasil membongkar dan merampas 30.000 senjata tentara Jepang dari gudang senjata Jalan Don Bosco, pada 30 September 1945, yang dipimpin Mohamad Mangoendiprodjo, Bung Tomo, M. Jasin, Abdul Wahab dan para anggota dari Pemuda Republik Indonesia (PRI).

Pertempuran antara pejuang Surabaya melawan tentara sekutu pecah pada 26, 27, 28, dan 29 Oktober 1945. Tentara sekutu kewalahan, sekitar 400 perwira dan prajurit mereka tewas, hampir punah, sedang 6000 pejuang Surabaya gugur dan luka luka.

Komandan Pasukan Sekutu di Jakarta, Mayjen Hawthorn meminta Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta untuk terbang ke Surabaya guna menenangkan rakyat.

Pada 30 Oktober 1945, perundingan dilaksanakan di Surabaya dan gencatan senjata disepakati. Dibentuk Kontak Biro guna mengawasi gencatan senjata, dengan anggota dari pihak sekutu: Brigjen Mallaby, Kol. LHO Pugh, Wing Commander Groom, Mayor M.Hudson dan Kapten Shaw.

Sedang dari pihak Indonesia terdiri: Residen Soedirman, Doel Arnowo, Atmadji, Mohamad Mangoendiprodjo, Soengkono, Soejono, Koesnandar, Roeslan Abdoel Gani serta TD Kundan sebagai penterjemah. Suasana Kota Surabaya kembali tenang, suara tembak menembak tidak terdengar lagi.

Pada sore harinya, rombongan Kontak  Biro berkeliling kota Surabaya guna meninjau proses gencatan senjata.  Setiba mereka di depan Gedung Internatio, dekat Jembatan Merah, rombongan dicegat pemuda pejuang yang protes bahwa pasukan sekutu  masih menduduki gedung Internatio dan minta agar pasukan sekutu mundur ke Pelabuhan Tanjung Perak.

Kontak Biro mengutus Mohamad Mangoendiprodjo dan Kapten Shaw masuk ke Gedung Internatio untuk berunding.  Saat perundingan tengah berlangsung, terjadi tembak menembak, mobil Brigjen AWS Mallaby meledak dan hancur menewaskan Sang Jenderal.

Sekutu marah besar dan mengultimatum bahwa apabila pada 9 November 1945 rakyat tidak menyerahkan senjatanya, maka pada 10 November 1945 Kota Surabaya akan dihancurkan dari darat, laut dan udara.

Mendekati tanggal 10 November 1945, kedua belah pihak bersiap untuk menghadapi situasi genting ini. Berbagai negosiasi diupayakan oleh Gubernur Soerjo dengan pihak Sekutu, tetapi gagal.

Presiden Soekarno menyerahkan mandat kepada Gubernur Soerjo untuk mengambil keputusan. Rakyat bersiap-siap untuk bertempur.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Sahroni

Tentang Penulis

Sumber: prof. dr. ir. indroyono soesilo msc