Analisis Ashmore Soal Untung Rugi Kenaikan Harga BBM dan Kaitannya Dengan Kondisi Makro Ekonomi dan Pasar

Analisis Ashmore Soal Untung Rugi Kenaikan Harga BBM dan Kaitannya Dengan Kondisi Makro Ekonomi dan Pasar

Seorang petugas SPBU sedang melakukan pengisian BBM ke pelanggan--

JAKARTA, FIN.CO.ID -- PT Ashmore Aset Manajemen memaparkan hasil kajiannya terkait rencana kenaikan harga BBM subsidi, dampak terhadap makro ekonomi hingga pengaruhnya terhadap pergerakan pasar. 

Menurut Ashmore, sampai dengan Juli 2022, terlihat volume konsumsi BBM bersubsidi dan solar (Pertalite dan Solar) sudah lebih tinggi dari yang dialokasikan. 

(BACA JUGA:Alvin Lie Sindir Pemerintah Soal Rencana Kenaikan BBM Subsidi: Waktu Harga Minyak Anjlok Kok Bensin Gak Turun?)

(BACA JUGA:Investasi KEK Terus Dioptimalkan Sebagai Tools Untuk Mendongkrak Perekonomian Melalui Serapan Tenaga Kerja)

Masing-masing, baik Pertalite maupun Solar sudah mencapai sekitar 73 persen dan 66 persen dari alokasi BBM bersubsidi. 

Hal ini sebagian besar disebabkan oleh pemulihan mobilitas masyarakat serta melebarnya kesenjangan harga dengan bahan bakar berkualitas lebih tinggi.

"Jika kuota untuk tahun 2022 tetap tidak berubah, berdasarkan angka Juli 2022 konsumsi bulanan Pertalite dan Solar harus dikurangi masing-masing sekitar 29 persen dan 48 persen. Kondisi ini mengindikasikan bahwa konsumen perlu menggunakan alternatif bahan bakar minyak yang berkualitas lebih tinggi sebanyak 63 persen dan 246 persen lebih mahal," tulis Ashmore dalam keterangannya. 

Mempertahankan atau Menaikkan Harga BBM Bersubsidi?

Ashmore berpendapat, mempertahankan harga BBM bersubsidi saat ini dapat dicapai dengan meningkatkan anggaran 2022, namun hal ini justru akan berdampak negatif pada anggaran 2023. 

(BACA JUGA:Rektor UI Tawarkan Golden Mid-Way, Harga BBM Subsidi Naik 30 sampai 40 Persen)

(BACA JUGA:Kenaikan Harga BBM Tak Dapat Dihindari, Subsidi Besar Tapi Salah Sasaran)

Selain itu, hal ini juga dapat dicapai dengan mengontrol volume pasokan bahan bakar secara ketat, namun hal ini dapat mengurangi daya beli dengan memaksa konsumen untuk memilih alternatif BBM yang lebih mahal.

"Di sisi lain, kenaikan harga BBM bersubsidi akan membantu mengurangi risiko APBN 2023 dengan menghemat Rp25 triliun pada APBN 2022 dan Rp111 triliun pada APBN 2023, namun akan menaikkan IHK serta menurunkan daya beli secara keseluruhan," Ashmore menambahkan.

Dampaknya ke Pasar?

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Sigit Nugroho

Tentang Penulis

Sumber: