JAKARTA, FIN.CO.ID - Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan mendesak pemerintah memberikan solusi pengobatan terhadap anak-anak penderita cerebral palsy seiring ditolaknya uji materi UU Narkotika terkait legalisasi ganja medis untuk kesehatan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pemerintah juga harus memberikan solusi kepada anak-anak yang menderita cerebral palsy, khususnya yang membutuhkan pengobatan spesifik seperti terapi minyak ganja," kata perwakilan koalisi dalam keterangannya, Rabu, 20 Juli 2022.
(BACA JUGA: Tok! MK Tolak Legalisasi Ganja Medis untuk Kesehatan)
Koalisi menyebut pemerintah juga wajib membantu mencarikan soslusi pembiayaan pengobatan dan peralatan penunjang berbiaya tinggi di Indonesia yang tidak tercover BPJS.
Dalam putusannya, MK mengamanatkan kepada pemerintah untuk segera melakukan penelitian terkait jenis narkotika golongan I yang dapat dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan.
Koalisi memandang kata "segera" yang tercantum dalam putusan mesti dimaknai sebagai urgensi penelitian tanpa adanya penundaan dan ketidakpastian dari pemerintah.
(BACA JUGA: Alasan MK Tolak Legalisasi Ganja Medis untuk Kesehatan: Budaya Indonesia Belum Siap)
"Penelitian ini juga penting untuk menghasilkan skema yang jelas dan komprehensif tentang pemanfaatan Narkotika Golongan I untuk kepentingan pelayanan kesehatan," ucap koalisi.
MK turut menyatakan dalam pertimbangannya, meski negara lain telah mengatur penggunaan beberapa jenis narkotika golongan I untuk pengobatan, namun bukan berarti Indonesia juga tidak mengoptimalkan penggunaan narkotika untuk pelayanan kesehatan.
Salah satu alasan MK yakni bahwa jenis narkotika yang mungkin dapat bermanfaat untuk pelayanan kesehatan tidak berbanding lurus dengan besar akibat yang ditimbulkan dari tingkat ketergantungannya yang tinggi.
(BACA JUGA: Usulan Penggunaan Ganja Medis di Indonesia, IDI Bilang Begini)
Lebih lanjut, MK menyatakan fakta berbagai negara sudah mengatur hal tersebut, tidak dapat dijadikan parameter untuk diterapkan semua negara karena ada karakter yang berbeda, jenis bahan narkotika, struktur budaya hukum, sarana prasarana yang dibutuhkan.
Selebihnya, MK juga menyatakan bahwa ketentuan penggolongan dan pengaturan sebagaimana dalam pasal a quo termasuk dalam open legal policy atau kewenangan dari pembuat undang-undang. Dengan demikian, reformasi kebijakan narkotika sepenuhnya diserahkan kepada Pemerintah dan DPR.
Maka dari itu, koalisi juga mendesak pemerintah dan DPR mengkai ulang pelarangan penuh penggunaan narkotika untuk kepentingan kesehatan. Sehingga, menurut koalisi, penjelasan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 8 UU Narkotika harus menjadi poin penting untuk dihapuskan dalam revisi UU Narkotika.
(BACA JUGA: Soal Legalisasi Ganja Medis, Teddy Gusnaidi: Kalau Morfin Saja Boleh, Harusnya Bukan Hal yang Sulit, Tapi...)