Perekonomian Indonesia Baik-baik Saja, Tapi 3 Hal Ini Bisa Jadi Tantangan Semester II-2022

Perekonomian Indonesia Baik-baik Saja, Tapi 3 Hal Ini Bisa Jadi Tantangan Semester II-2022

Ilustrasi - Pergerakan perekonomian global (dok pexels-nataliya-vaitkevich)--

JAKARTA, FIN.CO.ID - PT Ashmore Aset Manajemen berdasarkan kajiannya menyebut bahwa Indonesia telah menjadi salah satu negara dengan kinerja terbaik pada paruh pertama tahun 2022 di kelas aset ekuitas, karena kondisi ekonomi makro yang stabil, didukung harga komoditas dan neraca yang lebih sehat. 

"Saat kita memulai paruh kedua tahun ini, kami menemukan kemungkinan bahwa tekanan eksternal akan mulai meresap ke dalam lintasan pertumbuhan," tulis Ashmore dalam keterangannya, dikutip Senin 4 Juli 2022.

(BACA JUGA:IHSG 4 Juli 2022 Berpeluang Balik Menghijau, Beberapa Saham Jadi Rekomendasi Analis Hari Ini Termasuk GOTO)

Ashmore juga menuliskan, pada saat ini, perusahaan-perusahaan Indonesia masih melaporkan profitabilitas yang cukup kuat (jika tidak membaik dalam kasus komoditas) dan ini terdiri dari perusahaan-perusahaan  blue chip  yang menguasai sebagian besar indeks.

Namun demikian, Ashmore menyebut setidaknya ada tiga hal yang harus diwaspadai hingga akhir semester II-2022 yaitu:

Pertama, bank sentral Amerika atau Federal Reserve (The Fed) masih sangat  hawkish .

Inflasi Amerika mungkin sudah mulai mereda, setidaknya di 22 Mei, namun secara struktural Indeks Harga Konsumen (IHK) Amerika mungkin masih melihat tekanan harga dan oleh karena itu The Fed masih dalam jalur pengetatan yang agresif. 

(BACA JUGA:Inflasi Amerika Mulai Mereda, IHSG Pekan Ini Berpeluang Rebound)

Konsensus memperkirakan bahwa suku bunga dana The Fed akan meningkat 150 bp pada akhir 2023, meninggalkan lebih banyak tekanan pada aset, terkait imbal hasil.

Kedua, perang Rusia-Ukraina tidak terlihat mereda.

"Ini menunjukkan bahwa krisis sumber daya dan energi yang dipicu oleh penutupan gas Rusia ke Eropa mungkin akan segera terjadi. Oleh karena itu risiko pada komoditas, inflasi dan pasar tetap tinggi," tulis Ashmore.

Ketiga , China telah membuka kembali ekonominya dengan melanjutkan kasus nol Covid dan melonggarkan pengunciannya. 

(BACA JUGA:Tagar Jangan Percaya ACT Trending di Twitter, Soroti Gaji Petinggi Hingga Dugaan Penyelewengan Dana Sumbangan)

China saat ini menghadapi peningkatan angka pengangguran karena kebijakan nol covid yang ketat dan telah mempengaruhi kegiatan ekonomi dan merugikan pasar kerja.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Sigit Nugroho

Tentang Penulis

Sumber: